> >

PPP: Anggota MPR Menolak Amandemen UUD 1945, Bila Bahas Masa Jabatan Presiden

Politik | 17 Agustus 2021, 13:24 WIB
Arsul Sani Wakil Ketua Umum PPP yang juga Anggota Komisi III DPR RI (Sumber: Tribunnews.com)

 

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menjelaskan, proses amandemen UUD 1945 itu tidak sama dengan proses pembuatan Undang-undang.

Dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 ihwal segala macam pasal yang akan diamandemen itu harus diajukan lebih dahulu oleh minimal 1/3 anggota MPR dan kemudian disetujui. 

"Tidak bisa ada agenda baru atau usulan baru dalam sidang-sidang MPR. Beda dengan pembahsan Undang-undang di mana dalam rapat-rapat DPR dengan pemerintah bisa muncul hal baru dan malah mendrop yang tadinya ada di RUU," kata Arsul kepada KOMPAS TV, Selasa (17/8/2021). 

Menurut dia, bila nanti ada yang mengusulkan untuk meluaskan amandemen, seperti membahas masa jabatan presiden, dipastikan akan ditolak oleh seluruh anggota MPR. 

"Jadi meski bisa jadi dilempar sebagai wacana di tengah publik, namun sulit untuk menjadi agenda amandemen pada akhirnya," ujarnya. 

Baca Juga: Wacana Amandemen UUD 1945, Pengamat: Baunya Amis, Hanya Kepentingan Agenda Elite

Wakil Ketua MPR itu menyebut, isu yang dilontarkan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo itu merupakan langkah awal dari membangun diskursus di ruang publik secara resmi. 

"Ini menjadi bagian dari pelaksanaan rekomendasi MPR-RI periode lalu yang meminta agar MPR RI periode sekarang mengkaji soal amandemen yang terbatas dalam hal ini terkait dengan keperluan menghadirkan PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara). 

Ia menyatakan, pihaknya  termasuk fraksi yang sepakat dengan amandemen UUD RI Tahun 1945 untuk menghadirkan PPHN agar siapapun yang menjadi Presiden memiliki landasan filosofis dan idiologis yang lebih komprehensif, tidak sekadar menafsirkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945. 

Namun catatan yang harus ditekankan adalah bahwa PPKN ini tidak memuat hal-hal yang sifatnya teknis-teknokratis pembangunan negara yang menjadi program pemerintahan. 

"Ini untuk menjawab kekhawatiran bahwa PPHN akan meniadakan keleluasaan Presiden untuk mengartikulasikan visi dan misinya dalam menjalankan pemerintahan seperti yang dikhawatirkan sejumlah pihak," kata dia.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya telah menerima sejumlah aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Ia menyebut, berbagai pandangan masyarakat menyatakan bahwa visi yang sama dalam rencana pembangunan nasional dan daerah baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang diperlukan, agar orientasi pembangunan nasional lebih fokus pada upaya pencapaian tujuan negara. 

"Atas tindak lanjut dari rekomendasi MPR periode 2009-2014, dan MPR periode 2014-2019, hasil kajian MPR periode 2019-2024 menyatakan bahwa perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata pria yang karib disapa Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR, Jakarta, Senin (16/8/2021). 

Baca Juga: Wacana Presiden 3 Periode Perlu Amandemen UUD 1945

Ia mengatakan, proses perubahan Undang Undang Dasar sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memilki persyaratan dan mekansime yang ketat.

Oleh karenanya perubahan Undang Undang Dasar hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya. 

"Dengan demikian perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya,  apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," katanya.
 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU