> >

Riset AMR: 2 dari 3 Pembelian Antibiotik di Indonesia Tanpa Resep Dokter

Kesehatan | 10 Agustus 2021, 19:03 WIB
Kasus resistensi terhadap antibiotik kerap terjadi akibat pemberian antibiotik yang tidak tepat, berlebihan, dan tidak rasional (Sumber: istimewa)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Kasus resistensi terhadap antibiotik kerap terjadi akibat pemberian antibiotik yang tidak tepat, berlebihan, dan tidak rasional.

Penelitian terbaru yang dilakukan peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Kementerian Kesehatan Indonesia, Kirby Institute di UNSW Sydney, London School of Hygiene & Tropical Medicine, University College London, dan The George Institute for Global Health di UNSW Sydney menunjukkan masih banyak terjadi praktik pemberian antibiotika tanpa resep menjadi penyebab resistensi antimikroba (AMR).

Profesor Virginia Wiseman dari Kirby Institute, pemimpin penelitian, bersama dengan timnya melakukan penelitian dengan menggunakan mystery client untuk mengunjungi apotek dan toko obat swasta di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tabalong di Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada saat kunjungan, mystery client akan memperagakan gejala-gejala penyakit dan mencatat apa saja yang terjadi di dalam interaksi.

Baca Juga: Pasien Covid-19 Anak Tidak Memerlukan Antivirus dan Antibiotik, Dokter Anak: Kecuali Bergejala Berat

Secara keseluruhan, tim melakukan 495 kunjungan ke apotek dan toko obat swasta.

Dari 70 persen kunjungan, terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep.

Padahal, pemberian antibiotik tanpa resep merupakan hal yang dilarang dalam peraturan karena termasuk sebagai obat keras.

“Lebih dari dua per tiga kunjungan ke apotek dan toko obat swasta di Indonesia diperoleh satu jenis antibiotik tanpa resep dan seringkali tanpa saran yang meadai dari tenaga kesehatan," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (10/8/2021). 

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat (FKKMK) UGM, Tri Wibawa, hasil penelitian ini menjadi tanda perlunya perhatian serius
terhadap praktik penjualan antibiotik tanpa resep dokter di apotek maupun toko obat swasta.

"Perlu kontrol terhadap peredaran antibiotik di masyarakat untuk menghindarkan ancaman resistensi bakteri terhadap antibiotik,” ucapnya.

Baca Juga: Azithromycin Bukan Obat Covid-19, Ini Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Antibiotik

Hasil penelitian ini baru saja dipublikasikan oleh BMJ Global Health. Luh Putu Lila Wulandari, research fellow di Kirby Institute, mengungkapkan komponen kualitatif dari penelitian ini menjelaskan beberapa alasan apotek dan toko obat swasta menjual antibiotik tanpa resep.

Salah satunya, apotek merasa ditekan pelanggan. 

"Kondisi ini menunjukkan adanya kompleksitas dari persoalan praktik pemberian antibiotik tanpa resep. Meskipun ada motivasi untuk mencari keuntungan, tetapi pemberian
obat-obatan tanpa resep ini dianggap sebagai norma," tuturnya.

Oleh karena itu, di masa yang akan datang perlu perubahan aturan dan budaya seputar pembelian antibiotik.

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU