Anggota DPR Mufti Anam: Potensi Uang dari Vaksin Covid-19 Berbayar Capai Rp747 Juta per Hari
Update corona | 11 Juli 2021, 16:54 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, mengatakan pelaksanaan vaksiniasi Covid-19 berbayar atau secara individu pasti bakal banyak peminatnya.
Politikus PDI Perjuangan atau PDIP itu menyebut, potensi uang yang masuk bisa mencapai Rp747 juta per harinya.
Baca Juga: Kimia Farma Layani Vaksin Mandiri Berbayar Mulai 12 Juli 2021
Jumlah uang sebanyak itu berdasarkan asumsi biaya sesuai ketentuan maksimal yang kuota awalnya akan tersedia di delapan gerai PT Kimia Farma.
Menurut Mufti, jumlah uang yang masuk dalam sehari bisa lebih banyak kalau ada penambahan jaringan penyedia vaksin berbayar tersebut.
Namun demikian, dia mengingatkan agar PT Kimia Farma Tbk tidak berkurang fokusnya meskipun melaksanakan program vaksinasi berbayar.
"Tentu itu cukup menggiurkan, namun saya minta jangan gara-gara vaksin individu ini, kemudian BUMN farmasi berkurang fokusnya untuk menyediakan vaksin gratis dan obat-obatan terapi yang sangat dibutuhkan rakyat,” kata Mufti melalui keterangan tertulisnya, Minggu (11/7/2021) seperti dilansir dari Antara.
Baca Juga: PAN: Vaksin Harusnya Dijual ke Perusahaan, Bukan untuk Individu
Mufti mengatakan, BUMN farmasi harus mampu menata fokus karena di saat bersamaan harus menunaikan tugas percepatan produksi dan distribusi vaksin gratis serta obat-obatan terapi Covid-19.
Hal tersebut, kata dia, penting untuk diingatkan karena jaringan PT Bio Farma (Persero) maupun PT Kimia Farma (Persero) Tbk punya tugas berat lain.
“Bio Farma produksi vaksin gratis. Kimia Farma memproduksi sebagian obat terapi dan distribusi obat terapi Covid-19 dari produsen lain," ucap Mufti.
"Itu antara lain ivermectin, oseltamivir, remdesivir, favipirafir yang semuanya butuh fokus dan ketangkasan untuk segera terdistribusi dengan baik ke masyarakat dan merata."
Baca Juga: Kimia Farma Buka Layanan Vaksinasi Berbayar Mulai Senin, Per 1 Dosis Harganya Rp 439.570
Lebih lanjut, Mufti menuturkan, sudah menjadi kewajiban bagi PT Kimia Farma untuk menjaga standar etik tertinggi dalam program vaksinasi berbayar individu.
Mufti merasa perlu mengingatkan soal standar etik mengingat Kimia Farma pernah mengalami kasus yang menghebohkan publik, yakni soal penggunaan alat tes antigen bekas oleh oknum.
"Jangan sampai ada lagi pihak Kimia Farma yang bermain-main mengambil keuntungan dalam penyediaan vaksin individu ini,” ujarnya.
Mufti juga meminta agar ada standar etik pelayanan yang tidak melukai rasa keadilan di masyarakat.
Ia meminta Kimia Farma jangan sampai melakukan layanan di rumah konsumen.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi IX Kaget, Kebijakan Vaksin Berbayar Kimia Farma Dipertanyakan
“Sesuai aturan, vaksinasi gotong royong harus di faskes. Kimia Farma jangan kemudian membuat inovasi marketing dengan model seperti homecare, rakyat akan marah kalau melihat ada vaksinasi di rumah-rumah orang kaya. Ini saya ingatkan betul," ujarnya.
Seperti diketahui, vaksin individu berbayar akan mulai disediakan oleh Kimia Farma mulai Senin (12/7/2021) besok.
Tahap awal, akan ada di 8 cabang Kimia Farma di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Bali.
Kapasitasnya 1.700 orang per hari.
Sesuai keputusan Menteri Kesehatan, harga pembelian vaksin individu tersebut sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif vaksinasi Rp117.910 per pelayanan.
Dengan demikian, konsumen harus membayar Rp439.570 untuk sekali suntik.
Sesuai aturan, harga tersebut sudah meliputi keuntungan perusahaan namun belum termasuk PPn.
Baca Juga: Berikut Ini 8 Klinik Kimia Farma yang Siap Melayani Vaksinasi Berbayar
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV