> >

Pengamat Usulkan Kebijakan Wajib Swab PCR atau Antigen untuk Tekan Kasus Covid 19

Berita utama | 6 Juli 2021, 07:29 WIB
Petugas medis mengambil sampel dari warga Desa Pandowoharjo yang mengikuti uji usap antigen di Puskesmas Sleman, Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (17/6/2021). (Sumber: Kompas.id/FERGANATA INDRA RIATMOKO )

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menyampaikan, optimalisasi penanganan Covid-19 selain Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat adalah perilaku masyarakat. Bagi Trubus Rahadiansyah, masyarakat harus loyal untuk menjalani kebijakan tes baik PCR atau antigen Covid-19.

“Supaya tahu status kesehatan seseorang ya. Surat registrasi itu (STRP) kan nggak tentukan status kesehatan seseorang,” kata Trubus Rahadiansyah, Senin (5/7/2021).

“Banyak orang yang sudah divaksin juga tertular, jadi sekarang prioritasnya adalah tes PCR atau antigen. Ini saja yang dipakai,” lanjutnya.

Di samping itu, tambah Trubus, edukasi soal penanganan Covid-19 terhadap masyarakat harus terus dilakukan. Mulai dari pentingnya menjaga protokol kesehatan, vaksinasi, variasi serta mutasi virus Covid-19.

“Edukasi masyarakat harus dilakukan. Masyarakat diberi pengertian soal prokes dan soal variasi serta mutasi virus covid-19 ini. Macam-macam jenisnya, kemungkinan dengan satu masker tidak cukup, harus double dan sebagainya,” ujar Trubus.

Baca Juga: Melanggar PPKM Darurat, Polisi Amankan 81 Orang Termasuk WNA Saat Gerebek Kafe di Kelapa Gading

“Itu yang harus, penting karena selama ini itu yang diyakini bisa mengurangi penularan. Ya protokol kesehatan itu,” tambahnya. 

Kemudian, diperkuat dengan kebijakan bekerja dari rumah selama penerapan pelaksaan PPKM Darurat.

“Supaya tidak keluar rumah. Dia lakukan WFH, ya itu lebih ditegaskan supaya tidak keluar rumah saja gitu,” ujarnya.

Dalam pernyataannya, Trubus juga mengkritisi kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Bagi Truburs, kebijakan STRP tidak tepat sasaran dan tidak efektif jika bertujuan untuk menekan angka penularan Covid-19.

“STRP isinya untuk pekerja baik sektor esensial dan kritikal, tapi juga diberlakukan untuk mereka yang berkebutuhan mendasar seperti warga dengan kebutuhan mendesak. Mereka kan bukan pekerja, ini karena urusan lain, nggak ada hubungannya. Konteksnya jadi tidak tepat,” kata Trubus Rahadiansyah.

Trubus Rahadiansyah lebih lanjut menilai kebijakan STRP justru terkesan dipaksakan dan menimbulkan kebingungan di masyarakat yang menjalani PPKM Darurat. Hal tersebut terlihat dari kebijakan STRP yang belum tersosialisasi dengan baik.

“Kebijakan ini kayak dipaksakan di tengah situasi masyarakat lagi bingung adanya PPKM darurat,” ujarnya.

Baca Juga: Soal Anies Disebut Sudah Usulkan PPKM Darurat Jawa-Bali ke Pemerintah Sejak Mei, Ini Kata Istana

“Masyarakat belum tersosialisasikan dengan baik, tiga hari pelaksanaan saja masih ada ledakan mobilitas masyarakat. di Kalimalang tinggi dan pagi tadi juga sama. Ini menurut saya karena persoalan kebingungan,” lanjutnya.

Di samping itu, Trubus Rahadiansyah juga menilai kebijakan STRP membebani masyarakat pekerja dari luar Ibu Kota. Mengingat, syarat untuk keluar dan masuk mesti ada sertifikasi vaksin Covid-19.

“Tidak semua daerah sudah divaksin. Belum rata, masih proses, belum lagi lampirkan foto segala ya ribetlah. Jadinya kebijakan ini kelihatan setengah matang sehingga membingungkan masyarakat,” Trubus Rahadiansyah.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU