> >

Dinilai Khianati Reformasi, PSI Tolak Wacana Pemilihan Presiden Dikembalikan ke MPR

Politik | 26 Juni 2021, 19:04 WIB
Ilustrasi: Suasana sidang tahunan MPR DPR DPD 2018 di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. (Sumber: Kompas.com/Andreas Lukas Altobeli)

Sebelumnya, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menilai amandemen kelima UUD 1945 adalah keniscayaan yang mesti dilakukan.

Menurutnya, pemilihan kepemimpinan nasional ke belakang secara langsung ternyata tidak serta merta mewujudkan harapan dari demokrasi tersebut.

"Dalam kurang lebih dua puluh tahun terakhir, ritual demokrasi kita telah dilakukan secara berkala. Dan pemilihan langsung baik di eksekutif maupun legislatif telah menelan biaya yang sangat besar dalam memastikan serta menyalurkan legitimasi rakyat dan justru hal tersebut tidak sebanding dengan hasil pembangunan yang diharapkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).

Kata Najamudin, ratusan triliun yang digunakan dalam membiayai proses demokrasi kita sangat mahal. Padahal, seandainya sistem pemilihan dapat dikembalikan kepada MPR tentu akan lebih membuat efisiensi keuangan negara.

"Sebab ongkos pemilu tersebut dapat digunakan sebagai modal pemerataan pembangunan di daerah," imbuhnya.

Baca Juga: Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR, Pengamat: Ide Ini Adalah Kemunduran Demokrasi

Najamudin menuturkan dalam proses pemilihan langsung selama ini rakyat hanya diberi kesan menjadi penentu dalam rekrutmen kepemimpinan nasional. Padahal, lanjut dia, rakyat hanya memilih calon yang disodorkan oleh partai politik atau oleh elit politik secara perseorangan.

Setelah pemilihan umum berlalu, tambah Najamudin, permainan politik dikembalikan lagi kepada para aktor politik, bukan kepada rakyat.

"Maka menjadikan kembali Presiden sebagai mandataris MPR dirasakan lebih memenuhi unsur dari sebuah esensi demokrasi," tuturnya.

Dia berpandangan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden kini sangat rentan terhadap terjadinya polarisasi di masyarakat.

Dia mengambil pengalaman Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, hal itu juga berlanjut hingga pada saat pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019.

"Dampak polarisasi masyarakat sangat mengganggu agenda pembangunan, di mana energi bangsa terkuras habis, bahkan Presiden terpilih harus melakukan rekonsiliasi agar penyatuan masyarakat dapat kembali terjadi. Dan itu memakan waktu lama dengan sumber daya yang besar," tuturnya.

Penulis : Hedi Basri Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU