Enggan Terapkan Lockdown, Pemerintah Sebut Biayanya Terlalu Mahal
Update corona | 23 Juni 2021, 15:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah kembali menegaskan alasan belum menerapkan penguncian wilayah atau lockdown nasional hingga saat ini. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, lockdown tak dipilih karena biayanya terlalu mahal.
"Kita hargai pandangan orang lockdown, tapi virusnya masih di situ. Kita lockdown sekarang, nanti penularan berikutnya, seterusnya. Cost-nya sangat mahal sekali," kata Iskandar dalam sebuah diskusi virtual Rabu, (23/06/2021).
Menurut Iskandar, dari pengalaman sejak pandemi merebak, penanganan Covid harusnya beriringan dengan pemilihan ekonomi. Sehingga pemerintah tidak bisa memutuskan untuk memilih salah satu titik ekstrem, antara lockdown atau mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Lockdown Nasional Perlu Rp25 T, Ekonom: Lebih Murah Dibanding Kerugian Kalau Tak Lockdown
"Kita tidak mungkin memulihkan ekonomi kalau Covid-19 tidak terkendali. Maka itu kalau lihat yang pertama, tentunya aspek kesehatan. Tapi kita tidak juga mau masyarakat kelaparan. Oleh karena itu pemulihan ekonomi sangat penting," ujar Iskandar.
Ia menilai, bantuan pemerintah dalam bentuk insentif kepada dunia usaha menjadi tidak bermanfaat, jika lockdown diterapkan. Misalnya pemberian kredit modal kerja (KMK) yang tengah gencar disalurkan perbankan.
Dana tersebut tidak bisa dipakai untuk modal kerja baru karena usahanya kembali ditutup dan terdampak lockdown.
"Modal kerja yang baru diberikan bank itu hangus. Oleh karena itu penyelarasan dengan kebijakan kesehatan dengan aspek ekonomi menjadi kunci keberhasilan kita bertahap," jelasnya.
Baca Juga: Menteri Risma: Lockdown Mikro Cara Tepat Tekan Kasus Corona
Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menyatakan anggaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama lockdown.
"Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek 3 kali lipat. Itu per hari," ungkapnya.
Pemerintah daerah juga angkat tangan jika diminta menanggung biaya lockdown. Seperti Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, hingga Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.
Mereka lebih memilih menerapkan micro lockdown yang diterapkan di zona merah di wilayah masing-masing.
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV