Terdakwa Kasus Bansos Matheus Joko Santoso Ajukan Justice Collaborator, Ini Respons Kubu Juliari
Hukum | 22 Juni 2021, 17:57 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa kasus korupsi bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS), mengajukan diri jadi justice collaborator (JC) dalam kasus tersebut.
Alasannya, Matheus mengaku hanyalah menjadi korban dalam kasus tersebut. Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) itu mengaku apa yang dilakukannya sehingga terjerat kasus suap semata hanya menjalankan perintah Juliari.
Baca Juga: Nama Ketua Komisi III DPR Herman Hery Kembali Disebut dalam Sidang Juliari
Karena itu, Matheus menyebut bahwa mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara, adalah pihak yang justru harus bertanggung jawab terkait perkara tersebut.
Menanggapi hal itu, Juliari Batubara melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengatakan Matheus seharusnya dihukum berat. Selain itu, permohonannya sebagai justice collaborator juga perlu ditolak.
"MJS seharusnya dihukum dengan hukuman tinggi dan permohonannya dikesampingkan. Dengan cara seperti ini, orang tidak akan mudah seolah-olah mencari perlindungan, seolah-olah korban," kata Maqdir Ismail dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (22/6/2021).
"Kalau tidak ada OTT, dia (MJS) sudah memegang uang cukup banyak hampir Rp14 miliar. Sedangkan yang lain tidak ada yang pegang uang."
Menurut Maqdir, permohonan justice collaborator yang diajukan Matheus hanya untuk mengundang perhatian dan melempar kesalahan.
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Kendal Akui Terima Uang dari Mantan Mensos Juliari Batubara
Maqdir menuturkan, jelas-jelas para saksi vendor bansos mengungkap telah 'dipalak' oleh Matheus pada beberapa persidangan sebelumnya.
"Menurut hemat saya MJS tidak pantas untuk mendapat status sebagai JC, karena dia adalah pelaku utama terjadinya perkara bansos. MJS tidak bisa disebut sebagai saksi mahkota," ucap Maqdir.
Maqdir menjelaskan, di banyak negara, umumnya saksi mahkota digunakan untuk membongkar perkara atau kejahatan terorganisir dan tidak mudah pembuktiannya.
Tetapi, dalam perkara dugaan suap bansos Covid-19, ungkapnya, merupakan perkara yang mudah dan buktinya cukup jelas.
Maqdir menyebut bahwa Matheus tertangkap tangan dengan bukti uang yang nyata serta hasil penyadapan.
Baca Juga: Korupsi Bansos, Warga Jabodetabek Akan Gugat Mantan Mensos Juliari Batubara ke Pengadilan
Matheus justru merupakan aktor sebenarnya dari kasus dugaan suap bansos di Kemensos. Bahkan, kata Maqdir, ia tertangkap pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari BAP dan keterangan saksi, Maqdir melanjutkan, bahwa Matheus dan Daning Saraswati terlibat hubungan asmara dengan cara hidup dan kesusilaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia.
Keterangan Maqdir tersebut diperkuat oleh kesaksian terpidana Harry Van Sidabukke pada saat persidangan Matheus, yang mengungkap fakta bahwa Matheus dan Daning Saraswati memiliki kedekatan personal.
Matheus disebut pernah memperkenalkan Daning sebagai istri muda tanpa ikatan pernikahan kepada Harry.
Dalam persidangan Matheus dan Harry, disebutkan bahwa Matheus memberikan modal sebesar Rp3 miliar untuk pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI).
Baca Juga: Juliari Batubara Disebut Minta Rp 35 M dari Vendor Bansos Covid-19
Perusahaan itu merupakan salah satu vendor 'akal-akalan' dalam proyek bansos yang dimiliki oleh Daning.
Selain memperoleh modal usaha untuk mendirikan PT RPI, Daning juga mendapat jatah rumah di daerah Cakung, Jakarta Timur. Lalu, mobil Toyota Vios dan Toyota Cross, dan Safe Deposit Box (SDB) BRI senilai Rp1,8 miliar.
Sementara di persidangan terpidana Harry sebelumnya, juga terungkap fakta bahwa ia tidak pernah memberikan komitmen fee kepada Juliari Batubara.
Ia mengakui, permintaan fee hanya datang atau inisiatif dari Matheus.
Oleh karena itu, Maqdir menegaskan, Matheus jelas-jelas terus berupaya menyembunyikan kejahatannya dengan melempar tanggung jawab.
Baca Juga: Dua Pemberi Suap Bansos Juliari Batubara Divonis 4 Tahun Penjara
"Saksi seperti MJS ini adalah saksi yang tidak bertanggung jawab. Dia adalah orang yang mau cari kekayaan dan hidup bersenang-senang," ucap Maqdir.
"Kemudian melemparkan tanggung jawab ke atasan. Makanya saya katakan ini adalah saksi durhaka."
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV