Ini Penjelasan Ahli soal Faktor Tingginya Kasus Varian Delta di Tanah Air
Update corona | 17 Juni 2021, 00:03 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) Profesor Amin Soebandrio menjelaskan fenomena peningkatan kasus Covid-19 varian Delta yang terjadi di Tanah Air.
Menurut Prof Amin, varian Delta asal India memiliki kecepatan penularan 40 hingga 70 persen lebih tinggi dibanding varian Alpha dari Inggris. Sedangkan varian Alpha miliki kecepatan 40-70 persen lebih tinggi dari varian virus corona biasa.
Hal ini jugalah yang membuat kasus varian Delta meningkat cepat setiap bulannya sejak pertama kali ditemukan masuk ke Indonesia pada Januari 2021.
Baca Juga: Waspada Sebaran Corona Varian Delta yang Disebut Menular Lebih Cepat
Prof Amin menjelaskan dalam pengamatannya sejak ditemukan, kasus varian Delta masih di bawah kasus Covid-19 varian Alpha.
Namun pada bulan berikutnya kasus positif Covid-19 varian Delta meningkat tajam. Bahkan sampai Minggu kemarin total lebih dari 100 kasus.
"Ini belum yang dari Jawa Timur yang sedang diolah angkanya, jadi ada kemungkinan masih terus meningkat," ujar Amin di program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (16/6/2021).
Lebih lanjut, Amin menjelaskan, tingginya kecepatan penularan varian Delta juga membuat seseorang yang sudah mendapatkan vaksin tidak lagi 100 persen kebal terhadap varian baru.
Baca Juga: Epidemiolog: Waspada, Corona Varian Delta Sangat Cepat Menular
Sebab, virulensi atau kemampuan virus menimbulkan penyakit sudah melebihi kemampuan vaksin untuk melawan.
Prof Amin mencontohkan, vaksin yang melindungi tubuh sesorang masih bisa melawan virus dengan jumlah tertentu.
Namun jika seseorang tersebut terpapar virus dalam jumlah besar atau berkali-kali maka vaksin tidak akan sanggup melawan virus.
Baca Juga: Tiga Varian Baru Covid-19 Ditemukan di Jakarta, Apakah Ampuh Ditangkal Vaksin?
"Contoh ekstremnya teman-teman yang bekerja di fasilitas kesehatan. Mungkin satu hari terpaparnya kecil, tetapi dia terpaparnya tiap hari. Ini menyebabkan dosis paparannya menjadi tinggi dan mengalahkan kekebalan yang dia miliki. Jadi lama-lama kekebalannya bisa diatasi dengan penyerangnya, karena belum pulih datang serangan besok lagi," ujar Amin.
"Pada masyarakat juga seperti itu. Kalau mereka setiap hari mengabaikan protokol kesehatan atau setiap hari atau dalam beberapa hari berada di kendaraan umum misalnya atau menghadiri pertemuan secara berturut-turut, itu juga meningkatkan risiko," sambung Amin.
Prof Amin juga mengingatkan varian baru ini dapat bertahan dalam tubuh seseorang meski terkonfirmasi negatif Covid-19.
Bahkan menurut Amin seseorang yang dinyatakan negatif Covid-19 dapat menjadi pengantar virus bagi orang lain.
Baca Juga: Peneliti UGM: Covid-19 Varian Delta Memperburuk Kekebalan Tubuh Pasien, Terutama Lansia
Untuk itu jugalah seseorang yang kontak erat dengan pihak yang terkonfirmasi positif harus melakukan isolasi mandiri sesuai masa inkubasi virus.
"Mendeteksi keberadaan virus di tubuh kita itu kan pakai PCR, tetapi PCR ini adanya limit of detection. Kalau virus di bawah limit deteksi maka dia (virus) ada di tubuh orang itu, namun belum terdeteksi. Tapi dia tetap bisa loncat ke orang lain. Kalau orang yang diloncati virus kekebalannya tidak bagus, maka virusnya dengan senang hati memperbanyak diri," ujar Amin.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV