Sembako dan Sekolah akan Dikenakan Pajak, HNW: Tidak Sesuai Pancasila
Sosial | 12 Juni 2021, 11:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid dengan tegas menolak wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah atau jasa pendidikan.
Menurut HNW, sapaan akrabnya, kebijakan yang termuat dalam draft Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tesebut tidak mencerminkan Pancasila.
"Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke 2 dan ke 5," kata HNW dalam keterangannya, Jumat (11/6/2021).
Baca Juga: PPN Sembako Diberlakukan Setelah Ekonomi Pulih
HNW mengaku heran, pemerintah hendak mengenakan pertambahan pajak terhadap sekolah dan sembako, yang jelas-jelas terhubung dengan mayoritas rakyat Indonesia.
Namun, di sisi lain, golongan konglomerat malah diberi kebijakan tax amnesty serta pajak nol persen untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Terlebih saat kondisi pandemi seperti saat ini, pemerintah semestinya tidak hanya fokus pada pemenuhan pajak, tapi juga inovasi dalam melakukan kewajiban melindungi, memakmurkan, dan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.
"Karena pandemi covid-19 mengakibatkan daya beli dan daya bayar masyarakat menurun drastis. Mestinya pemerintah membantu, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu," ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah sebut Pajak Bahan Pokok Untuk Optimalkan Penerimaan Negara
Terutama di bidang pendidikan, HNW kukuh menolak pengenaan PPN yang juga ditujukan untuk jasa pendidikan swasta, baik formal, non formal maupun informal.
HNW berujar, seharusnya pemerintah berterima kasih, melindungi, bahkan membantu pihak swasta yang menjadi penyelenggara jasa pendidikan.
"Karena (jasa pendidikan swasta) telah membantu pemerintah memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945," ucapnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS tersebut juga mengatakan bahwa lembaga pendidikan swasta, baik pendidikan umum maupun keagamaan, saat ini sudah terdampak pandemi Covid-19 dan wacana pengenaan pajak itu dapat semakin memperburuk kondisi.
"Pada saat mereka kesusahan akibat Covid-19 mestinya, kalau pun pemerintah tidak bisa membantu, ya jangan menambah kesulitan mereka dengan memberlakukan pajak (PPN) kepada mereka," tegas HNW.
Baca Juga: Orangtua dan Guru Keberatan Sekolah Ditarik Pajak
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, pendidikan formal, non formal, dan informal masuk di dalamnya.
Oleh karena itu, ketentuan tersebut tentunya juga akan terimbas, apabila aturan rujukannya diubah melalui revisi UU KUP yang didorong oleh pemerintah saat ini.
"Selain itu, membebani dari sisi keuangan, juga bisa merobahkan paradigma pendidikan sebagai investasi untuk peningkatan SDM Indonesia menjadi komoditas material objek pajak," imbuhnya.
HNW pun berharap kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani supaya berlaku adil dan profesional dengan memperhatikan kondisi keseluruhan rakyat Indonesia, ketika tengah berusaha memenuhi target-target penerimaan negara dari pajak.
"Dan DPR agar benar-benar mendengarkan aspirasi publik, menghadirkan keadilan, dan memastikan bahwa tidak ada revisi UU perpajakan yang tidak adil, yang justru menambahi beban rakyat, seperti draft revisi RUU Perpajakan yang bocor dan beredar luas itu," tandasnya.
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV