Membuka Aturan Hukum Pergantian Panglima TNI, Benarkah Dipilih Presiden dengan Tradisi Angkatan?
Hukum | 3 Juni 2021, 12:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, dikabarkan akan purna tugas pada akhir tahun ini.
Isu tersebut kemudian memantik lagi soal proses pergantian Panglima TNI. Beberapa kabar buru mengatakan bahwa calon Panglima TNI dijabat bergilir dari tiga angkatan: Angkatan Dara, Laut dan Udara.
Baca Juga: Tiga Jenderal Kandidat Pengganti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Siapa Saja?
Pembicaraan begini pernah hangat di tahun 2015. Diberitakan Kompas.com (10/6/2015), saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah jika Presiden Joko Widodo dinilai mendobrak tradisi menggilir angkatan dalam memilih calon panglima TNI.
Kata Kalla, pola penggiliran angkatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang. Tradisi itu juga tidak pasti dan tanpa dasar.
"Dulu tradisi itu sebenarnya juga tidak pasti, waktu zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) memang ada, tapi ada juga yang duoble (gilirannya)" kata Kalla dilansir dari Kompas.com, Rabu (10/6/2015).
Pada kesempatan itu, Kalla mengatakan bahwa berdasarkan undang-undang, syarat calon panglima TNI di antaranya menjabat kepala staf angkatan.
Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa Presiden harus menggilir angkatan.
Baca Juga: Prediksi Politikus DPR Ini Panglima TNI dari Matra Laut atau Darat
Soal kewenangan presiden ia punya hak istimewa atau hak prerogatif untuk memilih dan mengusulkan calon Panglima TNI.
Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
Seperti dikutip dari laman resmi DPR, berikut aturan hukum pergantian Panglima TNI tersebut sepesifiknya tertuang dalam Pasal 13 UU Nomor 34 Tahun 2004 TNI.
Terdapat sepuluh ayat dalam pasal itu. Mengatur mulai dari TNI dipimpin oleh seorang panglima, pengangkatan dan pemberhentian panglima, perwira tinggi dapat tiap-tiap angkatan dapat bergantian menjabat panglima.
Dalam pasal tersebut diatur proses pengajuan nama calon panglima untuk mendapat persetujuan DPR.
Ini rinciannya:
Pasal 13
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.
(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, DewanPerwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
Baca Juga: Video Ketegasan KSAD Andika Perkasa Viral Jelang Panglima TNI Hadi Tjahjanto Pensiun
Penulis : Hedi Basri Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV