AIMAN - Operasi Senyap, di Balik Tes KPK?
Aiman | 1 Juni 2021, 11:13 WIBKOMPAS.TV - Ada dua, masing-masing keputusan dan pernyataan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga Presiden Joko Widodo. Pada bagian pertimbangan dalam keputusan MK disebutkan tak boleh alih status ASN pada pegawai KPK, merugikan mereka.
Sementara Presiden Jokowi menyebutkan, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), tidak serta merta memberhentikan pegawai yang tidak lulus.
Belakangan ada pernyataan bersama dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KPK yang menyatakan bahwa 51 pegawai dari 75 yang diumumkan tak lolos sebelumnya, akan diberhentikan.
Karena dianggap tidak lolos pada ujian yang dinilai sebagai harga mati, yakni bagian PUNP alias Pancasila, Undang - Undang Dasar 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah.
Sisanya 24 lagi, masih bisa "diselamatkan", dan akan dilakukan pembinaan.
Dua Pesan hingga Keputusan, MK dan Presiden
Keputusan ini dianggap kontroversial, karena dianggap membangkang Putusan MK dan Pernyataan Presiden.
Keputusan juga dianggap berubah, setelah adanya suara gemuruh di luar sana, yang membuka kesempatan bagi 24 Pegawai KPK untuk kemungkinan masih bisa dibina!
Belakangan dari sini juga terdengar, adanya persekongkolan jahat di balik Tes KPK.
"Ini pasti bukan kerja pimpinan atau lebih spesifik bukan kerja individu Firli Bahuri (Ketua KPK) semata. Pasti ada pola yang terjadi, ada persekongkolan jahat di balik tes wawasan kebangsaan," ungkap Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam konferensi Pers yang digelar Online, Rabu pekan lalu (26/5/2021).
Tim di program Aiman Kompas TV, mencoba untuk mengetahui siapa yang berada di balik 51 pegawai yang bakal diberhentikan mutlak karena dianggap tak bisa dibina.
Baca Juga: Adakah Aktor Di Balik Pemecatan 51 Pegawai KPK? (4) - AIMAN
Para Macan Antikorupsi yang Tersingkir?
Ada dugaan sejumlah nama yang dianggap Macan Antikorupsi di KPK, yang masuk ke dalam daftar ini.
Mereka menangani sejumlah kasus besar. Dan semuanya adalah penyelidik dan penyidik senior maupun pengawas Internal yang melakukan sidang etik di internal KPK.
Tersebutlah sejumlah nama;
Praswad Nugraha, penyidik dan Kepala Satuan Tugas Penyidik dan Andre Nainggolan. Keduanya menangani kasus korupsi, yang menyeret nama mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari didakwa terima suap 32 miliar rupiah, terkait bantuan sosial Bansos Covid-19.
Kepala Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo. Ada pula tiga Kasatgas Penyidik KPK Rizka Anungnata, Novel Baswedan, dan Ambarita Damanik.
Empat orang ini, menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy didakwa terima suap 25 miliar rupiah lebih terkait izin ekspor benih lobster.
Penyidik KPK, Ronald Paul juga termasuk dalam daftar 75 yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Padahal Ronald sedang tangani kasus eks Caleg PDI-P yang kini masih buron, Harun Masiku.
Masiku merupakan sosok kunci kasus korupsi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Masiku diduga menyuap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar 600 juta rupiah. Aksi ini dilakukan Masiku agar mendapat jatah kursi saat pergantian antar waktu anggota DPR 2019-2024.
Tiba - tiba Masiku ini malah hilang dan buron hingga kini. Sementara Wahyu Setiawan, sedang menjalani vonis enam tahun penjara.
Ada juga Kepala Satuan Tugas penyidik KPK, Afif Julian Miftah. Afif sedang selidiki kasus suap pajak, yang libatkan mantan Direktur di Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji. Diduga Angin menerima suap 50 miliar rupiah dari para wajib pajak.
Lalu ada nama Deputi pengawas internal KPK, Herry Muryanto. Ia pun disebut dalam daftar 75 pegawai yang dapat tak lolos tes.
Selain kerap menangani kasus pelanggaran pegawai internal di KPK, pada akhir 2018, Herry tercatat pernah menangani dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri, yang saat itu menjabat deputi penindakan KPK.
Operasi Senyap di Balik Tes KPK?
Dari data - data di atas, hingga kesan terbentuk di sebagian kalangan bahwa ada sesuatu yang janggal dari pemberhentian para "Macan Antikorupsi" di KPK.
Atas hal ini, Juru bicara KPK, Ali Fikri, secara normatif berpendapat berbeda.
"Tentu kami berkomitmen untuk terus lakukan tugas pokok dan fungsi KPK, sekalipun kami menyadari ada dinamika yang terjadi di dalam proses peralihan pegawai KPK, jawab Ali menanggapi dilaporkannya sejumlah Pimpinan KPK ke Komnas HAM oleh 75 pegawai yang tak lolos tes, pekan lalu (Selasa, 25/5/2021).
Baca Juga: Kecurigaan Adanya Operasi Senyap Dalam Tes Wawasan Kebangsaan Tak Berdasar (3) - AIMAN
Analis Intelijen: Tak Ada Operasi Senyap, Tes Itu Bisa Dibuka
Sementara Analis Intelijen yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik & Kebijakan Strategis, Stanislaus Riyanta, mengungkapkan bahwa dirinya tidak meyakini ada operasi senyap berupa persekongkolan untuk menyingkirkan puluhan pegawai yang dikatakan jadi tulang punggung pemberantasan korupsi di KPK.
Pertama, apakah dengan tidak adanya para pihak yang dikatakan sebagai tulang punggung ini, pemberantasan korupsi di KPK akan berhenti, saya kira tidak! kata Stanis di program AIMAN yang tayang setiap senin malam pukul delapan.
Lalu ia mengungkapkan logika, bahwa tidak mungkin operasi senyap dilakukan melalui tes.
Karena tes bisa dibuka." Buka saja tesnya, gunakan pihak ketiga yang independen, semua akan terbukti, operasi senyap tidak akan mungkin dilakukan pada tes yang punya bukti jelas!" jelas Stanis.
Direktur KPK: 75 Tak Lulus di 3 Ruang Ujian
Meski saya mendapatkan pernyataan di sisi lain, saat saya mewawancarai Direktur Kampaye Antikorupsi KPK, nonaktif, Giri Suprapdiono, yang sempat lama menjadi Direktur Gratifikasi yang datanya banyak menjadi rujukan penyidik untuk menjerat para tersangka hingga terpidana kasus korupsi di KPK.
Giri menjelaskan bahwa hanya ada 3 dari 30 ruangan yang digunakan. Dan pada ketiga ruangan ujian ini berisi semua nama yang belakangan dinyatakan tidak lolos TWK di KPK. Ini data terbaru yang diungkapkan Giri di Program AIMAN.
Selain dari pada itu, Giri juga mengungkapkan secara eksklusif kepada AIMAN, bahwa selama tes semua perlengkapan dititipkan di tempat khusus. Hingga tes hanya boleh pensil.
"Apakah penggunaan pensil itu, ada tujuan tertentu, misalnya untuk mengubah jawaban jika sewaktu-waktu dibuka ke publik?"
Ada dua sisi dari Pro-Kontra TWK yang berujung pada rencana pemberhentian puluhan pegawai senior yang selama ini kerap diidentikkan sebagian kalangan sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi di negeri ini.
Menarik untuk terus dicermati.
Menarik pula untuk terus menempatkan isu ini dengan sentuhan hati nurani.
Dengan catatan, korupsi masih kita anggap sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa di negeri ini.
Jika tidak, selamat tinggal!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Penulis : Fadhilah Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV