Jamaah Calon Haji Indonesia Terancam Batal, Anggota DPR Minta Presiden Turun Tangan
Peristiwa | 1 Juni 2021, 07:28 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Arab Saudi belum memberikan kepastian jamaah calon haji asal Indonesia.
Bila tahun ini pemberangkatan jemaah haji terpaksa harus kembali batal seperti tahun lalu, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto berpendapat hal itu bukan kesalahan pemerintah Indonesia.
“Sepertinya jemaah haji belum tentu berangkat di tahun ini. Saya kira bila ini terjadi (pembatalan pemberangkatan) ini kesalahannya bukan di Indonesia, jika Saudi menutup akses bagi jemaah haji di luar 11 negara,” kata Yandri saat rapat kerja bersama Kementerian Agama di Gedung Parlemen, Senin (31/5/2021)
Meski begitu, Pemerintah Indonesia diminta terus melakukan persiapan dan mitigasi penyelenggaraan ibadah haji 1442 H / 2021 M.
Baca Juga: DPR Terima Informasi Indonesia Tak Dapat Kuota Haji 2021
Termasuk menyiapkan skenario bila terjadi pembatasan kuota jumlah jemaah haji, mulai dari pembatasan 50%, 30%, 25%, 20%, hingga 5% (dari kuota normal) serta penerapan protokol kesehatan.
Sementara anggota Komisi VIII RI Achmad meminta Presiden Jokowi agar turun tangan langsung dalam urusan haji di masa pandemi Covid-19 ini. Tidak hanya masalah kuota haji, vaksin calon haji Indonesia hingga kini masih dipersoalkan.
Vaksin Sinovac yang banyak digunakan di Indonesia ternyata belum disertifikasi oleh WHO. Dan Pemerintah Arab Saudi melarang jemaah calon haji masuk ke negaranya bila vaksinnya tidak memiliki sertifikat dari WHO.
"Presiden Jokowi agar turun tangan mengurus Haji yang tahun 1442 H ini hanya 65 ribu kuotanya. Sampai hari ini belum ada kepastian. Sedangkan Indonesia termasuk 20 negara yang dilarang masuk Arab Saudi. Jadi, ini tidak cukup ditangani Menteri Agama. Presiden memang harus turun tangan langsung,” kata politikus Partai Demokrat ini, saat interupsi dalam rapat paripurna, Senin (31/5/2021) .
Baca Juga: Arab Saudi Tak Kunjung Beri Kepastian, Kemenag Bakal Bahas Persiapan Haji 2021 dengan DPR
Sementara soal vaksin, pun dipersoalkan. "Vaksin yang digunakan negara kita adalah Sinovac. Sementara yang diakui Arab Saudi adalah vaksin Pfizer, Astrazeneca, dan Moderna. Pemerintah Indonesia agar mendesak negara produsen Sinovac untuk mengurus sertifikasinya ke WHO. Kalau WHO sudah memberi sertifikat otomatis akan diakui Pemerintah Arab Saudi," kata Achmad.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV