Pemecatan 51 Pegawai KPK, PSHK UII: Tak Berdasar dan Tidak Punya Indikator Penilaian yang Jelas
Hukum | 31 Mei 2021, 07:40 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, menilai pemecatan terhadap 51 pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak punya dasar dan indikator penilaian yang jelas.
PSHK mengatakan, salah satu syarat pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN berdasarkan Pasal 5 Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021 adalah setia dan taat pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah.
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka tiap pegawai KPK yang akan beralih status harus mengikuti TWK yang diselenggarakan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Namun, Direktur PSHK UII Wardhana menyebut jika dikaitkan dengan Pasal 23 PKPK No. 1 Tahun 2021, Pegawai KPK hanya dapat diberhentikan sebagai ASN apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai ASN, sebagaimana tertuang pada Pasal 5 peraturan a quo.
Baca Juga: AHY Tanggapi Polemik Pemecatan Pegawai KPK Lewat Tes Wawasan Kebangsaan: Kebenaran akan Terkuak
Dalam konteks itu, Wardhana mempertanyakan, bagaimana mungkin pegawai KPK yang selama ini telah bekerja bersama KPK dan berdedikasi dalam pemberantasan korupsi tidak lulus TWK, dan sekaligus diartikan tidak memenuhi syarat setia dan taat pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan pemerintah yang sah.
“Lantas, seperti apa indikator untuk menentukan kesetiaan, ketaatan para pegawai KPK pada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan setia dan taat pada Pemerintah? Kesetiaan dan ketaatan yang seperti apa yang diinginkan oleh Pemerintah?” terang Wardhana melalui keterangan tertulisnya yang diterima KOMPAS TV, Senin (31/5/2021).
Bukan hanya indikator penilaian yang tak jelas. Kata Wardhana, pemecatan 51 pegawai KPK juga dilakukan tanpa transparansi yang jelas. Terutama berkaitan dengan substansi pertanyaan yang diujikan dalam TWK dan hasil tes yang belum diumumkan hingga saat ini.
Menurutnya, tidak transparannya pelaksanaan TWK dan pemecatan 51 pegawai KPK tentu telah merugikan hak-hak pegawai KPK.
“Sekaligus mengabaikan pengabdian, dedikasi dan kontribusi yang selama ini telah diberikan oleh para pegawai KPK tersebut,” katanya.
Bila merujuk pertimbangan Mahkamah Konstitusi, lanjut Wardhana, yang menegaska bahwa pengalihan status harus dilakukan dengan tidak merugikan hak-hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN, maka dapat dipastikan pemberhentian 51 pegawai KPK bertentangan dengan Putusan MK tersebut.
“Terlebih, Pertimbangan hukum dalam putusan MK itu mempunyai kekuatan mengikat secara hukum karena termasuk dalam bagian ratio decidendi,” tambah Wardhana.
Baca Juga: Senin 31 Mei 2021, MAKI Bakal Ajukan Judicial Review ke MK Terkait 75 Pegawai KPK Tak Lulus TWK
Minimnya transparansi TWK itu, kata Wardhana, seharusnya tidak serta merta menjadi dasar pemecatan para pegawai KPK. Mengingat, syarat alih status sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 PP 41/2020 mengatur bahwa terdapat 5 (lima) persyaratan lain yang harus dipenuhi secara kumulatif.
Lima persyaratan yang disebut Wardhana diantaranya: bersedia menjadi PNS, tidak terikat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan, memiliki integritas dan moralitas yang baik, memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan jabatan, dan memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan.
Baca Juga: Ratusan Pegawai KPK Minta Penundaan Pelantikan sebagai ASN: Mereka Membela Nilai Integritas
Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV