Sebut TWK Tidak Punya Dasar Hukum, Guru Besar Unpad Minta Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN Dibatalkan
Hukum | 30 Mei 2021, 21:48 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Atip Latipulhayat meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membatalkan pelantikan pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Sebab, menurut Atip, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu, juga tidak substantif.
"Satu tindakan yang menurut saya legal secara politik juga ramah terhadap aspirasi publik, bukan saja menunda pelantikan, tapi membatalkan proses yang mengakibatkan, meminjam bahasa Prof Sigit (Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto), adalah eksklusi dan persekusi terhadap 75 pegawai," kata Atip dalam sebuah diskusi pada Minggu (30/5/2021), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: 590 Pegawai KPK yang Lolos Tes Wawasan Kebangsaan Minta Pelantikan sebagai ASN Ditunda
Diketahui, pimpinan KPK membuat Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN. Ini sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (UU KPK).
Adapun salah satu isi peraturan itu menyatakan pelaksanaan asesmen TWK untuk para pegawai yang akan beralih status.
Padahal, UU KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tidak mengatur soal TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.
Karena alasan itu, Atip berpendapat, bahwa TWK yang kemudian dilaksanakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta sejumlah institusi lainnya itu sama sekali tidak memiliki esensi wawasan kebangsaan.
Baca Juga: Menyoal TWK Pegawai KPK, Begini Kata Romo Benny Staf Khusus Ketua Pengarah Ideologi Pancasila
Menurut dia, yang terjadi justru adalah tes wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan.
"Itu substansinya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena ini wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan," ujarnya.
"Bukan berdasarkan tafsir konstitusi, historis, orisinalitas kita berbangsa."
Atip menilai, para pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN semestinya tidak perlu lagi melalui proses seleksi.
Baca Juga: Pengakuan Harun Al Rasyid, Ada Kekuatan Besar yang Menekan Ketua KPK Firli Bahuri
Menurutnya, pimpinan KPK hanya perlu mengalihstatuskan tanpa membuat tes-tes semacam TWK.
Adanya TWK itu, kata dia, justru malah menjadi alat segregasi, persekusi, dan eksklusi terhadap 75 pegawai yang kemudian dinyatakan tak lolos dan di antaranya dinonaktifkan.
"Kembalikan tes wawasan kebangsaan dalam khitah konstitusi, dalam arti komitmen berbangsa. Dan itu sudah self-evident dalam diri semua bangsa Indonesia," ujar dia.
"Apalagi khusus untuk pegawai KPK yang atas amanat revisi UU KPK sudah self-evident, tinggal dialihstatuskan saja."
Baca Juga: BKN: 1 Juni 2021, Pelantikan 1.274 Pegawai KPK yang Lulus TWK sebagai ASN
Sebelumnya, pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK diputuskan berdasarkan hasil rapat koordinasi pada Selasa (25/5/2021).
Adapun rapat itu dihadiri oleh pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Kemudian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.
Baca Juga: Bertemu PGI, Pegawai KPK Tak Lulus TWK Bantah Tuduhan Taliban dan Anti-Pancasila
Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, menjelaskan ada tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).
Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif pada ketiga aspek, termasuk PUNP, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan perundang-undangan, NKRI, pemerintahan yang sah.
Padahal, Presiden Jokowi sebelumnya telah meminta TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.
Baca Juga: ICW Mencermati Ada Pola Berulang untuk Melemahkan KPK
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV