Dinilai sebagai Bentuk Pelemahan, Koalisi Guru Besar Antikorupsi Tolak Penonaktifan 75 Pegawai KPK
Hukum | 16 Mei 2021, 15:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Guru Besar Antikorupsi mengeluarkan rilis terkait 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Koalisi Guru Besar Antikorupsi menilai hal itu merupakan pembenaran regulasi UU KPK yang baru setelah sebelumnya permintaan untuk membatalkan Undang-Undang tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kali ini masa depan pemberantasan korupsi kembali diuji. Bagaimana tidak, 75 pegawai KPK tiba-tiba diberhentikan oleh Pimpinan KPK dengan dalih Tidak Memenuhi Syarat (TSM) ketika melewati Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Padahal, setelah dicermati lebih lanjut, TWK yang diikuti oleh seluruh pegawai KPK memiliki problematika serius,” dalam keterangan tertulis oleh Koalisi Guru Besar Antikorupsi, Minggu.
Merujuk pada empat poin yang tertuang di dalam Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 652 Tahun 2021, disampaikan bahwa pegawai-pegawai dengan status TMS diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan.
Baca juga: Tidak Sesuai Harapan, Koalisi Guru Besar Dukung Uji Materi UU KPK No.19/2019 ke MK
Hal itu dinilai bertolak belakang dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh Pimpinan KPK. Sebab, 75 pegawai KPK yang disebutkan TMS tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala.
Secara garis besar, terdapat dua isu penting yang tertuang di dalam TWK, mulai dari pertentangan hukum sampai pada permasalahan etika publik.
“Faktanya TWK tersebut tidak sekalipun disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK) maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat untuk melakukan alih status kepegawaian KPK,”
“Bahkan, MK telah menegaskan di dalam putusan uji materi UU KPK bahwa proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK. Namun, aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK dengan tetap memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021,” tambahnya.
Baca juga: ICW Yakin TWK Pegawai KPK Dimanfaatkan Firli Bahuri Sebagai Upaya Balas Dendam
Menurut Koalisi Guru Besar, dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani wawancara. Secara umum, ditanyakan mengandung nuansa irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi.
“Jadi, dapat disimpulkan bahwa TWK ini tidak tepat jika dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Semestinya proses alih status ini dapat berjalan langsung, tanpa ada seleksi tertentu sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangundangan,” jelasnya.
Terlebih lagi, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi.
Misalnya, dalam hal masa kerja, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan bahkan tercatat sudah bergabung sejak lembaga antirasuah itu berdiri atau sekitar tahun 2003 lalu.
Sederhananya, jika wawasan kebangsaan mereka diragukan mestinya dengan sendirinya akan tercermin di dalam kinerjanya selama ini, misalnya melakukan pelanggaran etik atau tidak taat terhadap perintah UU.
“Jadi, secara kasat mata terlihat bahwa ketidaklulusan mereka tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan selama ini,” jelasnya.
Baca juga: Efek Penonaktifan Pegawai KPK, Faisal Basri Ajak Boikot Bank BUMN
Transparency International yang memperlihatkan kemerosotan, baik peringkat maupun poin, Indonesia di dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2020 lalu.
Jika dikaitkan dengan kondisi KPK terkini, besar kemungkinan IPK Indonesia akan kembali menurun pada tahun selanjutnya. Satu dari sekian banyak faktor tentu merujuk pada arah politik hukum yang kian menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi.
"Penting untuk diingat bahwa kehadiran KPK merupakan salah satu mandat reformasi yang menginginkan Indonesia bebas dari belenggu korupsi, kolusi, dan nepotisme,"
"Untuk itu, segala bentuk pelemahan terhadap KPK, salah satunya adalah pemberhentian 75 pegawai yang disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan dan mesti ditolak," tutup Koalisi Guru Besar Antikorupsi.
Penulis : Baitur Rohman Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV