Pakar Hukum Sebut Pemerintahan Presiden Jokowi Tak Bisa Selamatkan KPK
Hukum | 7 Mei 2021, 10:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bivitri Susanti, Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia mengatakan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin tak mampu melakukan inisiatif untuk menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini dilontarkan Bivitri dalam sebuah diskusi virtual bertajuk “Menyibak Putusan MK dalam Pengujian Formil dan Materiil Revisi UU KPK” pada Kamis (6/4/2021).
Ucapan itu muncul terkait penolakan Mahkamah Konstitusi atas uji formil UU KPK 2019.
Baca Juga: Firli Bahuri: Belum Ada Pemecatan 75 Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK
“ Secara teoritis, ya Perppu, kapan saja bisa dikeluarkan. Tapi cobalah kita riil, enggak mungkin pemerintahan yang sekarang ini melakukan apa pun untuk menyelamatkan KPK. Itu fakta yang sudah terbukti,” tegas Bivitri.
Ahli hukum tata negara itu menyebut, KPK hanya bisa selamat dengan bantuan masyarakat.
“Jalan keluarnya jangan berharap pada pemerintah, paling tidak pemerintah yang sekarang,” ujar Bivitri.
Caranya, masyarakat dapat berjuang mempertahankan 75 pegawai KPK yang sedang menerima isu pemecatan setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Bivitri menyebut, para penyelidik dan penyidik yang tak lolos tes wawasan kebangsaan itu masih dapat menggerakkan agenda pemberantasan korupsi di tubuh KPK saat ini.
“Jadi, saya kira ke depannya yang bisa kita lakukan adalah juga membangun jaringan untuk menguatkan unsur yang ketiga ini, yaitu staf-staf yang lagi dicoba disingkirkan,” beber Bivitri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari mengaku percaya para pegawai KPK yang menerima isu pemecatan itu berperan penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca Juga: Beredar Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Dari UU ITE, Rizieq Shihab, hingga Budaya Barat
Menurut Feri, ada tiga kelompok dari 75 pegawai KPK itu. Kelompok pertama adalah Ketua Satuan Petugas (Kasatgas). Lalu, ada anggota satgas yang mengurusi kasus korupsi politik dan mega korupsi.
Terakhir, ada kelompok pejabat internal di struktur organisasi tata kelola KPK. Kelompok ketiga ini memiliki pengaruh dalam pembuatan kebijakan di internal KPK.
“Tiga kelompok ini dianggap tidak memiliki pengetahuan soal wawasan kebangsaan,” ungkap Feri.
Sebelumnya, mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto (BW) pun mempertanyakan pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin.
“Keseluruhan proses (pelemahan KPK, red) itu ada di periode kepemimpinan Presiden Jokowi. Inikah legacy (warisan, red) terbaik yang akan ditinggalkan beliau untuk diingat sepanjang masa? Saya belum terlalu yakin, tetapi banyak fakta yang tak terbantahkan atas sinyalemen itu,” ujar BW dalam keterangan resmi, Selasa (4/5/2021).
BW juga mengaku percaya para pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan sebenarnya adalah para pemberantas korupsi dengan rekam jejak jelas.
“Padahal insan KPK yang telah teruji berkhidmat pada pertiwi karena telah menggadaikan mata dan bertaruh nyawa untuk memberantas korupsi sepenuh hati, tetapi justru malah disingkirkan semena-mena hanya dengan berbekal hasil tes ala litsus orde baru,” kata BW.
Baca Juga: MK: Penyadapan, Penggeledahan Tidak Perlu Izin Dewan Pengawas KPK
Sebanyak 1.349 pegawai KPK telah menjalani TWK sebagai syarat untuk peralihan status kepegawaian menjadi ASN.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di antara seribu lebih pegawai itu, 75 orang tidak lolos tes. Banyak pihak menyoroti keanehan pertanyaan dalam tes itu.
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV