> >

AJI: Pada 2000-2021, Terjadi 114 Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis di Papua

Berita utama | 3 Mei 2021, 15:02 WIB
Ilustrasi jurnalisme (Sumber: Getty Images/iStockphoto)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Dunia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar acara "Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers di Indonesia 2021" yang berlangsung secara virtual, Senin (3/5/2021).

Pada kegiatan tersebut, AJI Indonesia turut melaporkan ada 114 kasus kekerasan jurnalis di Papua yang terjadi pada periode 2000 hingga 2021. 

"Data yang kami kumpulkan melalui Subbidang Papua AJI Indonesia, jumlah kekerasan terhadap jurnalis dan media di Papua dalam 20 tahun terakhir mulai 2000 sampai 2021 ada 114 kasus kekerasan," ujar Ketua Divisi Advokasi AJI, Erick Tanjung, Senin (3/5/2021).

Sebanyak 40 kasus kekerasan dialami oleh jurnalis bukan asli Papua, sementara ada 36 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis asli Papua. 

Sementara itu, tercatat ada 38 kasus intimidasi ke perusahaan dan media secara umum. 

Salah satu kasus yang mendapat cukup banyak perhatian ialah kasus serangan dan teror yang menimpa jurnalis Tabloid Jubi di Papua, Victor Mambor. 

Mulanya, Victor mengalami doxing dan fitnah di media sosial. Lalu, pada Minggu (21/4/2021) dini hari, Victor mendapati mobil Isuzu D'max yang tengah parkir di kediamannya dirusak.

Perusakan ini menyebabkan kaca samping pecah dan bodi mobilnya dipenuhi coretan berwarna oranye.

Erick menegaskan, kasus yang dialami Victor menjadi perhatian AJI Indonesia.

"Itu menjadi catatan kita agar kasus kekerasan jurnalis di Papua jangan lagi terulang ke depannya," kata Erick. 

Baca Juga: AJI: Kasus Kekerasan Jurnalis Meningkat Setahun Belakang, 58 Kasus Diduga oleh Aparat Kepolisian

Pada kesempatan yang sama, AJI juga mengutarakan bahwa terjadi 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia selama satu tahun terakhir dengan aparat kepolisian sebagai terduga pelaku paling banyak ditemui. 

Hal ini selaras dengan data Komnas HAM yang mencatat polisi dan pejabat publik jadi aktor yang paling banyak diadukan melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Begitu pula dengan personel TNI, meski angka pengaduannya relatif rendah.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, kekerasan berulang kepada jurnalis menunjukkan bahwa masalah yang ada bukan sekadar pada tataran teknis.

Menurutnya, polisi serta pejabat publik harus memiliki pemahaman yang utuh tentang peran jurnalis dan kebebasan pers.

"Penting juga bagi aparat kepolisian, ASN, dan pejabat publik untuk memiliki pemahaman soal posisi jurnalis, kebebasan pers, dan bagaimana peran jurnalis dan kebebasan pers terhadap penegakan demokrasi dan HAM. Ini penting menjadi penekanan," katanya pada acara yang sama, Senin (3/5/2021). 

Tidak hanya kekerasan terhadap jurnalis, Beka menyatakan, sepanjang tahun 2020 Kepolisian RI menjadi lembaga yang paling banyak diadukan terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

"Dari situasi umum HAM, polisi tetap menjadi lembaga yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM," kata Beka. 

Beka menyebut, aduan yang diterima Komnas HAM di antaranya soal lambannya penanganan kasus, dugaan kriminalisasi, proses hukum tidak sesuai prosedur, dan dugaan kekerasan.

Baca Juga: AJI Indonesia: 14 Kasus Serangan Digital Kepada Jurnalis dan Media, 8 Diantaranya Kasus Doxing

Penulis : Hasya Nindita Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU