Negara Sita Gedung dan Villa Keluarga Soeharto, Masih Kejar Rp50 Miliar
Hukum | 30 April 2021, 20:36 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Keuangan mengungkapkan, Negara lewat Kejaksaan Agung sedang mengambil alih aset Gedung Granadi dan Vila di Megamendung milik keluarga Soeharto.
Hal ini dilontarkan Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Tri Wahyuningsih dalam Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jumat (30/4/2021).
"Pemerintah melakukan pengambilalihan, tapi yg melakukan adalah Jaksa Agung dengan mekanisme sita eksekusi," ujar Tri, dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Mengenang TMII, Gagasan Ibu Tien Soeharto yang Fenomenal tapi Kontroversial
Menurut Tri, dua aset itu saat ini masih dalam penguasaan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan PN Cibinong.
Meski begitu, Kemenkeu nantinya akan menjadi pemilik aset-aset itu.
Hal ini mengingat status aset-aset itu adalah Barang Milik Negara (BMN).
Kemudian, DJKN akan bertindak sebagai pihak pengelola.
Hal ini sesuai aturan soal penggunaan aset sitaan.
Aturan itu menyebut kementerian atau lembaga yang mengambil alih aset tersebut dapat menggunakannya.
"Jadi kalau itu sudah (selesai) prosesnya, baru nanti akan dikelola DJKN," kata Tri.
Penyitaan Gedung Granadi dan villa di Megamendung, Bogor ini terkait penyitaan aset Yayasan Supersemar pada 2018.
Baca Juga: Negara Ambil Alih TMII dari Keluarga Soeharto, Moeldoko: TMII Merugi dari Waktu ke Waktu
Penyitaan itu bermula saat pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar terkait penyelewengan dana beasiswa.
Pemerintah memberikan dana kepada Yayasan Supersemar untuk para pelajar.
Namun yayasan itu malah mengalirkan dana itu ke beberapa perusahaan.
Yayasan Supersemar pun wajib membayar Rp4,4 triliun uang ganti rugi kepada negara.
Selain dua aset itu, Negara juga masih mengejar aset dari Bambang Trihatmodjo, putra Soeharto.
Penyitaan aset itu terkait dengan peran Bambang sebagai Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games 1997.
Baca Juga: Mengenal RUU Perampasan Aset, UU yang Dapat Ambil Alih Aset Kekayaan Hasil Korupsi
Saat itu, Soeharto mengucurkan dana Rp35 miliar ke konsorsium itu lewat bantuan presiden (banpres).
Negara menagih Rp50 miliar karena menghitung tambahan akumulasi bunga sebesar 5 % tiap tahunnya.
"Pengurusannya masih berlanjut seperti biasa. Jadi kita melakukan penagihan melalui ketentuan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Jadi proses berjalan seperti biasa, penagihan kembali," beber Tri.
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV