Pencurian Ikan di Natuna Utara Semakin Menggila
Hukum | 30 April 2021, 13:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing di Laut Natuna Utara semakin marak dengan modus yang terus berkembang. Parahnya lagi kapasitas kapal patroli pengawas masih terbatas.
Pencurian ikan ilegal tersebut salah satunya memanfaatkan wilayah perbatasan yang masih menjadi sengketa dengan negara lain. Hal tersebut dikemukakan dalam Konferensi Pers "Intrusi Kapal Ikan Asing Vietnam Pelaku IUU Fishing: Laut Natuna Utara dalam Kondisi Kritis", Kamis (29/4/2021) kemarin,
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Suharta menyampaikan, pencurian ikan oleh kapal-kapal asing masih terus marak, terutama di daerah penangkapan ikan terbaik, seperti Laut Natuna Utara dan Laut Arafura, Jumat (30/4/2021).
“IUU Fishing seperti tidak ada habis-habisnya. Meskipun kapal ikan asing ilegal ditangkap setiap tahun dan sudah ada koordinasi secara regional, kasus pencurian ikan oleh kapal asing masih terus ada,” ujar Suharta lewat konferensi pers yang diselenggarakan Indonesian Ocean Justice Initiative (IOJI) tersebut.
Baca Juga: Penangkapan Kapal Ikan Vietnam Diwarnai Aksi Kejar-kejaran di Laut Natuna Utara
Adapun, tim patroli gabungan aparat penegak hukum, antara lain PSDKP-KKP, TNI, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Polair, terus melakukan pengawasan di Laut Natuna Utara dengan operasional tujuh kapal pengawas secara bergantian.
Namun, praktik penangkapan ikan ilegal tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) diduga masih marak, melebihi kemampuan patroli pengawasan.
Suharta mengungkapkan, modus kapal-kapal asal Vietnam semakin beragam. Diantaranya, modus pencurian ikan dengan cara kapal-kapal menyebar untuk menyulitkan pengejaran aparat pengawasan RI.
Pencurian ikan banyak dilakukan di perairan perbatasan yang merupakan area tumpang tindih klaim zona ekonomi eksklusif Indonesia-Vietnam.
Alat tangkap yang digunakan umumnya pukat harimau ganda yang mengeruk lebih banyak.
“Dulu, kapal Vietnam bergerombol untuk mencuri ikan. Akan tetapi, sekarang berpencar dan menunggu kelengahan deteksi kapal pengawas agar bisa masuk ke perairan Indonesia. Ketika dikejar aparat, kapal asing itu masuk lagi ke wilayah mereka. Ini modus operasi baru,” terangnya.
Kapal-kapal pencuri ikan itu juga kerap dikawal kapal pengawas dan kapal patroli perikanan Vietnam di sepanjang garis landas kontinen Indonesia-Vietnam.
Sementara kapasitas kapal patroli pengawasan RI sangat terbatas untuk menjangkau perbatasan, yakni butuh waktu 10-12 jam dari Batam untuk mengejar kapal ilegal ke Laut Natuna Utara.
Berdasarkan data KKP, pada Januari-April 2021, kapal ikan asing ilegal yang ditangkap PSDKP-KKP berjumlah 14 kapal, yang terdiri dari 7 kapal Vietnam dan 7 kapal Malaysia.
Sedangkan jumlah kapal ikan Indonesia yang ditangkap karena pelanggaran sebanyak 68 kapal.
Sementara ini, pihaknya telah mengusulkan pembangunan pangkalan pengawasan PSDKP-KKP di Natuna Utara untuk mempercepat gerak patroli pengawasan.
Upaya pemerintah mendorong kapal-kapal ikan Indonesia mengisi Laut Natuna Utara dinilai belum mampu menekan aksi pencurian ikan. Kapal-kapal ikan asal Vietnam lebih jorjoran beroperasi di Natuna Utara ketimbang kapal lokal.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolair Korpolair Baharkam Polri Ajun Komisaris Besar Yuldi Yusman mengemukakan, pengawalan kapal-kapal asing pencuri ikan oleh kapal pengawas negara tersebut merupakan salah satu kendala utama dalam mengejar kapal ikan asing.
Kapal pengawas negara asal kapal pencuri ikan akan mendeteksi kehadiran kapal patroli pengawas RI dan meminta kapal-kapal pencuri ikan untuk mundur guna menghindari pengejaran. Selain itu, operasional kapal patroli pengawas Polair terbatas, yakni hanya 3 dari 6 kapal patroli yang memungkinkan ke Laut Natuna Utara.
Baca Juga: Bangun 17 BTS di Natuna, Menkominfo : "Kita Tidak Boleh Ketinggalan"
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV