Pemeras Wali Kota Tanjung Balai Berlatar Polisi, ICW Minta Pimpinan KPK Tak Ada Konflik Kepentingan
Hukum | 23 April 2021, 16:34 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) transparan dalam menindak penyidik yang melakukan pemerasan kepada Wali Kota Tanjung Balai.
“ICW berharap KPK transparan dalam menindak yang bersangkutan. Karena asal penyidik ini dari lembaga kepolisian, tentu kami berharap tidak ada konflik kepentingan dalam pengusutan perkara,” tegas Kurnia Ramadhana, Jumat (23/4/2021).
“Setidaknya pimpinan harus memerintahkan agar penyidik-penyidik yang menangani kasus suap atau gratifikasi bukan penyidik yang memiliki afiliasi lembaga dengan tersangka,” tambahnya.
Baca Juga: Terbukti, Setelah UU KPK Direvisi: Muncul SP3 dan Oknum Penyidik Diduga Lakukan Pemerasan
Dalam kasus ini, ICW lebih cermat mengatakan, pada akhirnya kotak pandora dari undang-undang KPK baru dan komisioner KPK baru semakin terlihat ada banyak kejanggalan.
“Selama 1 tahun terakhir, dan dalam beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan perbuatan lancang dari oknum penyidik KPK yang menerima suap dan juga gratifikasi dari seorang kepala daerah,” katanya.
“Ini bukan kali pertama terjadi, jauh sebelumnya pada tahun 2005-2006 juga melibatkan penyidik KPK asal Polri yang mendapatkan uang hasil pemerasan dan yang bersangkutan dihukum 8 tahun penjara,” lanjutnya.
Disamping itu, Kurnia Ramadhana juga menyoroti terseretnya nama Pimpinan DPR Aziz Syamsuddin dalam perkara Wali kota Tanjung Balai.
Baca Juga: Profil Stepanus Robin Pattuju, Penyidik KPK yang Diduga Peras Wali Kota Tanjungbalai
ICW, sambung Kurnia Ramadhana, minta Deputi Penindakan KPK mendalami sejak kapan penyidik yang memeras berkomunikasi dengan Aziz Syamsuddi.
“Dalam siaran pers yang kami cermati disebutkan, bahwa Azis menjelaskan, bahwa ada perkara yang menimpa Wali Kota Tanjung Balai dalam konteks penyelidikan di KPK dan mengenalkan penyidik KPK ini,” kata Kurnia.
“Maka yang harus digali oleh kedeputian penindakan nantinya sejak kapan penyidik KPK tersebut menjalin komunikasi dengan petinggi DPR RI seperti Aziz Syamsuddin,” lanjutnya.
Baca Juga: Penyidik KPK yang Terima Uang Suap Walikota Tanjungbalai Resmi Ditahan
Tak hanya itu, Kurnia juga minta Deputi Penindakan mendalami apakah itu pertemuan pertama atau jauh sebelumnya sudah sering berkomunikasi.
“Kalau sering berkomunikasi, apa yang diperbincangkan, bukankah seorang penyidik dituntut untuk independen dan tidak berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terafiliasi dengan wilayah politik,” kata Kurnia.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV