Menteri PPPA Sebut Perkawinan Anak Sebagai Pelanggaran Hak Anak
Hukum | 19 April 2021, 21:54 WIBHal tersebut merupakan penyebab kematian terbesar kedua bagi anak perempuan berusia 15-19 tahun, serta rentan mengalami kerusakan organ reproduksi.
Keempat, berpotensi meningkatnya kematian bayi. Sebab bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari, atau 1,5 kali lebih besar dibanding jika dilahirkan oleh ibu berusia 20-30 tahun.
Baca Juga: Dispensasi Perkawinan Anak Naik 300 Persen, Menko PMK Minta MUI Terbitkan Fatwa
Kelima, berpotensi kerugian ekonomi. Perkawinan anak diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi setidaknya 1,7 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). Artinya, perkawinan anak berpotensi merugikan pembangunan sumber daya manusia di masa depan.
Meski dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut Bintang, persoalan ekonomi adalah salah satu penyebab perkawinan anak.
Di kalangan masyarakat, masih terdapat paradigma atau anggapan yang salah, bahwa dengan dinikahkan cepat, anak perempuan akan meringankan beban orang tua.
Padahal, kehidupan perkawinan yang tidak didasari dengan kesiapan akan sangat rentan memunculkan permasalahan-permasalahan baru.
“Itulah sebabnya mengapa kita merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019. Perubahan usia minimum perkawinan tidak hanya ditingkatkan bagi perempuan, tapi juga mengakomodasi prinsip kesetaraan gender dan bentuk afirmasi progresif, yaitu menjadi 19 tahun, bagi laki-laki maupun perempuan,” tegas Bintang.
Baca Juga: Tawarkan Paket Nikah Muda 12-21 Tahun, KPAI Laporkan Aisha Wedding Organizer
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV