Menteri PPPA Sebut Perkawinan Anak Sebagai Pelanggaran Hak Anak
Hukum | 19 April 2021, 21:54 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menanggapi kasus perkawinan anak yang terus terjadi di Indonesia Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menegaskan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran hak anak.
Ia menjelaskan, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia (HAM), maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM.
“Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 19 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar. Selain pendidikan terhenti, pengaruhnya besar pada kesehatan reproduksi, juga rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan hidup dalam lingkaran kemiskinan,” terang Bintang Darmawati, dilansir dari Kompas.id (19/4/2021).
Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak, terutama anak perempuan yang dinikahkan, tetapi juga akan berdampak buruk pada bayi yang dilahirkan (kurang gizi dan tengkes).
Dalam jangka panjang perkawinan anak juga berdampak pada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, serta generasi selanjutnya.
Baca Juga: Pandemi Covid Berkepanjangan, Perkawinan Anak di Bawah Umur Makin Melonjak
Ia kemudian menjelaskan terkait implikasi yang terjadi dari perkawinan anak. Setidaknya ada lima tantangan nyata terhadap kelangsungan generasi bangsa.
Pertama, berpotensi kegagalan melanjutkan pendidikan. Perempuan yang menikah di bawah 18 tahun memiliki peluang empat kali lebih kecil untuk menyelesaikan pendidikan lebih tinggi dari SMA.
Kedua, berpotensi meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.
Ketiga, perkawinan anak juga berpotensi meningkatnya angka kematian ibu. Hal tersebut berdasarkan pada kemungkinan terjadi komplikasi saat kehamilan dan melahirkan.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV