Rekam Jejak JAD dan MIT, Dua Kelompok Teroris yang Beraksi di Indonesia
Berita utama | 2 April 2021, 17:28 WIBSOLO, KOMPAS.TV- Kurang dari sepekan aksi teror terjadi di Indonesia.
Diawali dengan bom bunuh diri menewaskan pelaku yang diketahui sebagai pasangan suami istri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (31/3/2021).
Kemudian Rabu (31/3/2021) petang, ketika Mabes Polri mendapat serangan dari seorang perempuan yang akhirnya tewas ditembak usai menyerang dan menembaki polisi.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pun menyebut ada kesamaan pada dua aksi teror tersebut. Para pelaku yang diduga teroris itu melancarkan aksinya diketahui kompak berkiblat ke ISIS.
Teror bom Makassar dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang telah berbait kepada ISIS.
Sementara penyerangan Mabes Polri dilakukan oleh teroris lone wolf yang juga berkiblat kepada ISIS.
Baca Juga: Penyerang Mabes Polri Diduga Lone Wolf yang Berideologi Radikal ke ISIS
Kendati demikian, kelompok yang berafiliasi dengan ISIS di Indonesia tak hanya JAD. Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) juga merupakan kelompok teroris yang berbaiat kepada ISIS.
Sejatinya, aksi teroris yang berkiblat ke ISIS bukan baru pertama kali terjadi di Tanah Air. Diketahui aksi teror yang berafiliasi dengan ISIS sudah terjadi sejak 2016. Aksi teror tersebut dimulai dengan peristiwa bom Thamrin yang dilakukan oleh JAD.
Disarikan dari berbagai sumber, berikut KompasTV rangkumkan rekam jejak dari JAD dan MIT:
Jamaah Ansharut Daulah (JAD)
Kelompok teroris ini diketahui terbentuk atas inisiatif Aman Abdurrahman. Saat itu Aman bertemu dengan orang kepercayaannya yakni Marwan alias Abu Musa dan Zainal Anshori di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 2014.
Baca Juga: Pasca Penembakan di Mabes Polri, Petugas Bersenjata Kawal Pengunjung Mapolres Indramayu
Dalam pertemuan tersebut Aman menyampaikan maksudnya yang hendak memfasilitasi orang Indonesia untuk berperang ke Suriah mendukung gerakan ISIS.
Ia meminta kedua orang kepercayaannya itu mengurus pemberangkatan orang-orang Indonesia yang telah berbaiat kepada ISIS untuk berangkat perang ke Suriah. Adapun Marwan menjadi orang nomor dua di JAD setelah Aman.
Marwan kemudian menunjuk Zainal menggantikan posisinya sebagai orang nomor dua di JAD lantaran ia sendiri hendak berangkat berperang membantu ISIS di Suriah.
Perlahan-lahan, Zainal menjadi orang pertama di JAD setelah Aman divonis hukuman mati dan juga setelah kepergian Marwan ke Suriah.
Pada November 2014, Zainal mulai membentuk struktur JAD Jawa Timur yang memiliki kepengurusan ketua, sekretaris, bendahara, hingga kehumasan.
Zainal juga membentuk pimpinan JAD di sejumlah wilayah di Jawa Timur. Setelah membentuk struktur kepengurusan, Zainal membuat program kerja serta bidang yang membawahinya, di antaranya bidang pasukan, bidang pembuatan website, serta bidang penggalangan dana.
Baca Juga: Mulai Gotri hingga Atribut FPI, Ini Barang yang Ditemukan Polisi di Rumah Terduga Teroris di Bandung
Di bawah kepemimpinan Zainal, JAD melakukan serangkaian aksi teror seperti bom Thamrin, bom Kampung Melayu. Terakhir, JAD melakukan aksi teror dengan melakukan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.
Majelis hakim menilai JAD merupakan korporasi yang telah melakukan tindak pidana terorisme. Hal itu didasarkan pada tindak terorisme yang dilakukan pimpinannya, Zainal Anshori, dan anggota-anggota JAD lainnya, yang telah diputuskan di pengadilan.
Mujahidin Indonesia Timur (MIT)
Seperti juga diberitakan Kompas.com, Jumat (2/4/2021), Jika ditarik benang merah, kelahiran MIT tak bisa dipisahkan dari keberadaan Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan Abu Bakar Baásyir pada 2008.
Pada 2009, sejumlah kelompok milisi yang diduga merupakan afiliasi JAT beserta jaringan organisasi lainnya disebut berencana mendirikan negara Islam di Indonesia.
Misi tersebut mereka realisasikan dengan memulai pengadaan latihan militer bagi anggota mereka untuk berperang melawan pemerintah.
Baca Juga: Kembali Dibuka Pasca Ledakan, Gereja Katedral Makassar Bersiap Sambut Paskah
Saat itu Aceh dipilih sebagai lokasi pelatihan militer. Namun pada 2010, proyek pelatihan militer itu kandas lantaran terbongkar oleh polisi dan menjadikan Abu Bakar Ba'asyir sebagai terpidana. Ba’asyir didakwa mendanai pelatihan militer tersebut.
Beberapa anggota milisi yang terlibat dalam pelatihan milter itu berhasil meloloskan diri dari kejaran polisi. Mereka akhirnya membentuk sel-sel teroris masing-masing namun saling terhubung satu sama lain.
Setelah pelatihan militer di Aceh gagal, seorang pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) Abu Tholut yang dikenal pernah dekat dengan Ba’asyir, datang ke Poso dan bertemu Yasin serta Santoso.
Abu Tholut kemudian menjelaskan rencana menjadikan Poso sebagai markas Negara Islam. Abu Tholut juga mengusulkan berdirinya JAT Poso, sebagai cikal bakal wadah kelompok yang memperjuangkan Negara Islam di sana.
Santoso kemudian diangkat menjadi penanggung jawab pelatihan militer di JAT Poso. Ketika itu JAT Poso dipimpin oleh Yasin. Santoso kemudian merealisasikan proyek tersebut dengan merekrut peserta untuk mengikui pelatihan militer.
Baca Juga: Kapolri Tawarkan Anak Kosmas, Sekuriti yang Adang Pelaku Bom Bunuh Diri Makassar jadi Polisi
Pada 2010, Santoso dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan senjata dan menemukan tempat pelatihan militer di Gunung Mauro, Tambarana, Poso, serta di daerah Gunung Biru, Tamanjeka, Poso, Sulawesi Tengah.
Beberapa aksi terror MIT yang terkenal ialah saat mereka membunuh dua orang polisi yakni Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman pada 16 Oktober 2012. Keduanya ditemukan tewas di Dusun Tamanjeka, Desa Masani.
Kemudian pada 20 Desember 2012 MIT juga menyerang tiga anggota Brimob. Mereka tewas setelah ditembak dari belakang saat patroli di desa Kalora, Poso Pesisir Utara. Mereka bertiga ialah Briptu Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu Wayan Putu Ariawan.
Pada awal tahun 2015, kelompok MIT juga membunuh tiga warga di Desa Tangkura. Mereka semua tewas dalam kondisi yang mengenaskan.
Baca Juga: Kurang dari Sepekan, Polisi Tangkap 23 Orang Terduga Teroris Pasca Bom Bunuh Diri Makassar
Kematian Santoso Adapun pada 2016 polisi bersama TNI menjalankan operasi gabungan yang bernama Operasi Tinombala. Operasi gabungan tersebut bertujuan untuk menangkap MIT yang dipimpin oleh Santoso. Operasi Tinombala membuahkan hasil pada 18 Juli 2016.
Saat itu TNI dan Polri terlibat baku tembak dengan dua orang. Setelah diidentifikasi, ternyata kedua orang yang tewas adalah Santoso dan anggota MIT, Mukhtar. Kemudian, Ali Kalora menggantikan posisi Santoso memimpin kelompok MIT bersama dengan Basri.
Lalu, setelah Basri tertangkap, Ali Kalora ditetapkan sebagai target sasaran karena ia yang kini mengomandoi sejumlah aksi teror MIT. Aksi teror terbaru yang diduga dilancarkan MIT ialah pembunuhan satu keluarga dan pembakaran rumah di Sigi, Sulawesi Tengah.
Peristiwa yang berlangsung pada November 2020 tersebut menewaskan empat orang. Jenazah empat orang yang merupakan satu keluarga itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Penulis : Gading Persada Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV