Sindiran Aktivis Anti Korupsi atas Keluarnya SP3 Kasus BLBI: Mari Ucapkan Selamat
Peristiwa | 2 April 2021, 07:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Aktivis anti korupsi dan pengajar hukum di Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyindir keluarnya surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
"Mari ucapkan selamat kepada siapapun, melalui SP3 kasus korupsi pertama KPK dengan UU KPK hasil revisi," katanya melalui cuitan di akun twitternya, Kamis (1/4/2021).
Sementara mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan sindiran yang sama, "Salah satu bukti manfaat revisi UU KPK," cuit Febri melalui akun Twitter-nya, Kamis (1/4/2021).
Sebelumnya, KPK memutuskan untuk menghentikan pengusutan kasus tindak pidana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim (ISN).
Baca Juga: Kasus SKL BLBI Dihentikan, Sjamsul Nursalim dan Istri Tak Lagi Jadi Buronan KPK
Keputusan itu dituangkan dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jakarta, Kamis (1/4) sore.
"Penghentian penyidikan terkait kasus yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia, dan ISN, bersama-sama dengan SAT [Syafruddin Arsyad Temenggung] selaku ketua BPPN [Badan Penyehatan Perbankan Nasional] dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia selaku obligor BLBI kepada BPPN," kata Alexander.
Baca Juga: Negara Terkecoh Buronan Koruptor BLBI Djoko Tjandra
Kasus BLBI terjadi di masa krisisi ekonomi, ketika terjadi rush terhadap sejumlah bank, sehingga banyak bank yang kolaps. Pemerintah kala itu menggelontorkan bantuan kepada sejumlah bank bermasalah. Namun, dalam pelaksanannya terjadi banyak penyelewengan.
Dari total bantuan sebesar Rp 144,536 triliun, yang disalahgunakan oleh para bankir dan
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sebesar Rp 138,442 triliun atau sebesar 95,5%. Ini merupakan angka penyimpangan yang sangat besar dalam sejarah korupsi di Indonesia.
Namun melewati banyak presiden, sejak era awal reformasi, tak ada yang berhasil menuntaskan kasus ini.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV