Penggusuran di Pancoran, Kuasa Hukum Warga Minta PT Pertamina Hadiri Sidang Sengketa Lahan
Peristiwa | 19 Maret 2021, 11:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Organisasi kemasyarakatan dan warga Jalan Pancoran Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan bentrok pada Rabu (17/3/2021) malam. Hal ini dipicu masalah sengketa lahan warga dengan PT Pertamina.
Pihak Pertamina melalui anak perusahaannya PT Pertamina Training and Consulting (PTC) ingin menggusur warga dari lahan seluas 2,8 hektar.
Namun, warga Pancoran Buntu II menyebut, tanah itu masih jadi sengketa. Edi Danggur, kuasa hukum warga Pancoran Buntu II mengatakan, masalah sengketa ini sudah dibawa ke pengadilan.
Baca Juga: Sengketa Tanah Berujung Bentrok di Pancoran, KontraS: Pertamina Kerahkan Ormas untuk Gusur Warga
"Saya sebagai pengacara sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pertamina hadir sidang sampai saat ini," ujar Edi, Kamis (18/3/2021), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Edi, tindakan penggusuran itu melanggar hukum karena masalah sengketa ini belum selesai di pengadilan.
"Saya sudah minta (kepada pihak PT. Pertamina), ayo hargai persidangan. Jangan lakukan perampasan tanah dengan kekuatan polisi karena sidang sedang bergulir," kata Edi.
Selain tanah 2,8 hektar, objek sengketa juga terdiri dari 24 rumah di atasnya yang terletak di Jalan Raya Pasar Minggu No 15, Pancoran, Jakarta Selatan.
Edi menceritakan, kisah sengketa tanah ini bermula sejak puluhan tahun lalu.
"Tanah tersebut adalah milik ahli waris (Mangkusasmito) Sanjoto dan warga (yang tinggal) ditempatkan oleh Sanjoto sejak tahun 1981,” tutur Edi.
Mulanya, Sanjoto menjalin kerja sama bisnis dengan orang bernama Anton Partono CS. Mereka membeli tanah di daerah itu melalui Perjanjian Kerjasama No. 21 tanggal 2 Februari 1972.
Baca Juga: Saran Pemprov DKI ke Pertamina: Warga yang Tergusur di Pancoran Dapat Tempat Tinggal Baru
“Dalam perjanjian kerja sama tersebut, diatur kewajiban Sanjoto untuk menyediakan uang, sedangkan Anton Partono CS wajib sertifikatkan tanah tersebut kemudian diserahkan ke Sanjoto. Sebab Sanjoto yang dikuasakan untuk menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga,” ungkap Edi.
Akan tetapi, Anton CS tak menyerahkan sertifikat-sertifikat tanah dan rumah itu pada Sanjoto.
Edi mengatakan, Anton diam-diam membuat perjanjian jual beli tanah dengan pihak lain, yakni PT Nagasastra. PT Nagasastra ini belakangan menjual tanah itu pada PT Pertamina.
Mengetahui hal itu, Sanjoto buru-buru mengumumkan bahwa tidak ada pihak yang boleh membeli tanah itu karena masih bersengketa. Sanjoto membuat pengumuman di beberapa surat kabar, termasuk Harian Kompas edisi 2 Mei 1973.
Sanjoto juga menggugat Anton ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan. Ia berhasil memenangkan gugatan dengan putusan No. 225/1973 G tanggal 7 September 1974.
Putusan itu salah satunya menyebut, transaksi penjualan rumah oleh Anton Partono CS pada pihak ketiga dianggap tidak sah.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan gugatan itu dengan putusan No. 16/1975/PT Perdata tanggal 1 September 1975. Mahkamah Agung pun menguatkannya di tingkat kasasi dengan putusan No. 1675 K/Sip/1975 tanggal 16 Februari 1977.
Menurut Edi, dengan putusan itu, pihak ketiga baik PT Nagasastra atau PT Pertamina telah menyerahkan tanah itu.
"(Putusan) sudah dieksekusi, jadi tanah-tanah itu dikosongkan dan diserahkan ke Sanjoto oleh pengadilan, lalu Pertamina sudah ditegur oleh pengadilan untuk menyerahkan tanah tersebut ke Sanjoto," terang Edi.
Baca Juga: Pernah Digusur Ahok, Gubernur Anies Pastikan Pembangunan Kampung Akuarium Sudah 35 Persen
Lalu, pada 8 Februari 1981 dan 21 Maret 1981, Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan menandatangani berita pengosongan dan penyerahan tanah kepada Sanjoto.
Sejak itu, para ahli waris Sanjoto dan warga mendiami daerah tersebut.
"Namun, (setelah) pas 40 tahun ahli waris menempati tanah itu, pada November 2020 Pertamina kerahkan polisi, preman, brimob untuk ambil alih dari tangan ahli waris dan warga setempat," ujar Edi.
Pihak PT Pertamina juga menggugat ahli waris Sanjoto karena menganggap warga memasuki tanah mereka tanpa izin.
"Klien saya dikriminalisasi, klien saya dilaporkan memasuki pekarangan orang tanpa izin," kata Edi.
“Padahal klien saya 40 tahun tinggal di situ," tambahnya.
Sengketa lahan ini terus terjadi selama beberapa bulan terakhir. Puncaknya, bentrok terjadi Rabu malam. Banyak warga menjadi korban, setidaknya berjumlah 23 orang luka-luka karena lemparan batu.
Warga dan anggota Forum Solidaritas Pancoran Bersatu juga mengalami sesak nafas akibat gas air mata yang ditembakkan polisi ke arah Jalan Pancoran Buntu II.
Baca Juga: Pertamina Pastikan Pemulihan Aset di Pancoran Sesuai Prosedur
Seorang warga bahkan menderita luka berat dan masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Tebet.
Pihak PT Pertamina sendiri mengaku memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan. Mereka juga menyebut, Mahkamah Agung telah menguatkan klaim mereka.
“Mahkamah Agung mengabulkan bantahan perusahaan dan menyatakan bahwa Pertamina adalah pemilik satu-satunya yang sah dari tanah-tanah dan bangunan beserta segala sesuatu yang terdapat di atasnya,” demikian keterangan tertulis dari Achmad Suyudi, Manager Legal PT Pertamina Training and Consulting (PTC), Kamis (18/3/2021).
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV