Sejarah Partai Politik, Ini 4 KLB yang Pernah Ramaikan Indonesia
Politik | 6 Maret 2021, 05:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.TV - Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat tandingan berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara. KLB ini telah mengangkat Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tandingan, Jumat (5/3/2021).
Usaha ini disebut sebagai kudeta oleh pihak Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat yang menyebut KLB dan pemilihan Moeldoko tak sah.
Sebenarnya, Demokrat dan partai politik lain biasa menggelar forum tertinggi partai secara periodik. Forum ini dapat bernama kongres, muktamar, atau musyawarah nasional (munas).
Penyelenggaran kongres, muktamar atau munas luar biasa jarang terjadi. Umumnya, permasalahan internal, termasuk pemilihan ketua umum dapat selesai dalam kongres atau forum sejenis di akhir kepengurusan.
Namun, beberapa partai sempat menghadapi badai di rumah tangganya hingga memaksa penyelenggaraan Kongres Luar Biasa.
Baca Juga: AHY Sindir Moeldoko: Katanya Tidak Tahu-Menahu Tidak Ikut-Ikutan, Diminta Jadi Ketum Mau
Berikut sejarah Kongres Luar Biasa yang pernah menghebohkan Indonesia.
1. KLB Partai Demokrasi Indonesia
Partai berlambang kepala banteng kerap dilanda konflik internal dan selalu diintervensi oleh rezim Orde Baru pimpinan Soeharto.
Pada 21-25 Juli 1993 PDI menggelar kongres IV di Hotel Tiara, Medan. Namun, kongres ini tak mampu memilih ketua umum dari 6 nama calon ketum.
Kongres ini berakhir ricuh karena insiden pemukulan pada Alex Asmasoebrata oleh massa kubu Jacob Nuwawea. Menteri Dalam Negeri saat itu Moh Yogie SM mengintervensi dengan dalih kericuhan.
Ia membentuk tim "caretaker" yang dipimpin Ketua DPD PDI Jawa Timur Latief Pudjosakti. Tim ini bertugas menyelenggarakan KLB. Kongres Luar Biasa pun digelar di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya pada 2-6 Desember 1993.
KLB ini memilih Megawati Soekarnoputri, Ketua DPC PDI Jakarta Selatan saat itu menjadi Ketua Umum PDI 1993-1998.
Baca Juga: KPK Sita Rp1,4 Miliar dan Ratusan Ribu Mata Uang Asing dari Pengeledahan Kasus Nurdin Abdullah
Akan tetapi, Mega kerap mengalami pengkhianatan dari para pengurus di DPP. DPP PDI Reshuffle kemudian mengadakan kongres pada 22-23 Juni 1996.
Kongres ini memilih Soerjadi sebagai ketua umum. Dualisme kepemimpinan PDI disikapi pemerintah dengan pengakuan pada Soerjadi.
Dualisme ini juga memicu pertumpahan darah pada 27 Juli 1996. Massa pendukung Soerjadi dengan bantuan aparat pemerintah merebut paksa kantor DPP PDI dari massa pendukung Megawati.
Megawati akhirnya membuat partai sendiri: PDI Perjuangan.
PDIP berhasil memenangi pemilu 1999. Sementara, PDI kalah total pada pemilu 1997 dan 1999.
2. Desakan Muktamar Luar Biasa Partai Pembangunan Bangsa
PPP sempat sedikit berjaya pada pemilu 1997. Partai pimpinan Buya Ismail Hasan ini berhasil meraih 25,3 juta suara dan mendapat 20,94 persen kursi DPR RI.
Namun, perolehan suara PP anjlok saat era multipartai pada pemilu 1999 dan pemilu 2004.
Penceramah Zainuddin MZ tak puas dengan kondisi ini kemudian mendirikan partai tandingan, yaitu PPP Reformasi. Belakangan, partai ini berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi (PBR).
Di sisi lain, kader lain hendak memaksa menyelenggarakan muktamar luar biasa untuk menggantikan Hamzah Haz. Hampir setiap hari kantor DPP PPP didemo oleh kader sendiri setelah kekalahan dalam pemilu 2004.
Baca Juga: Rajin Catat Langkah, Ini Sosok Pak Dadang Si Dewa Kipas yang Kalahkan Gamer Catur Dunia di Chess.com
Suryadharma Ali berusaha menggerakan penyelenggaran Silaturahmi Nasional pada Februari 2005. Rencananya, acara itu hendak berubah menjadi muktamar luar biasa. Namun, rencana ini gagal.
Suryadharma Ali baru bisa terpilih sebagai Ketua Umum DPP PPP pada muktamar di Jakarta tahun 2007. Ia menjabat untuk periode 2007-2011.
Karena performa buruk saat pemilu 2009, giliran Suryadharma Ali menghadapi ancaman pelengseran. Aliansi Sayap PPP sempat menduduki kantor DPP PPP pada April 2009.
Namun, tuntutan menggelar muktamar luar biasa ini tak terwujud. Suryadharma malah kembali terpilih pada Muktamar VIII PPP di Bandung tahun 2011.
3. KLB Partai Demokrat 2013
Pada 2013 Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi tersangka kasus korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang. Ia mengundurkan diri dari jabatan ketua umum pada 23 Februari 2013.
Partai Demokrat pun menghadapi keadaan darurat karena kehilangan nahkodanya. Padahal, saat itu menjelang pemilu 2014.
Sebelum krisis ini, Demokrat relatif solid saat dipimpin Subur Budhisantoso pada 2001-2005 dan Hadi Utomo pada 2005-2013.
Saat itu, salah satu pendiri Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina. Para kader Demokrat pun mengadakan Kongres Luar Biasa.
Baca Juga: Cerita Kakak Beradik di Madiun yang Nekat Jual Soto Semangkuk Rp 1.000
Mereka berharap SBY dapat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan membangun kembali partai untuk memenangi Pemilu 2014.
KLB pun kemudian terselanggara pada 30 Maret 2013 di Bali. SBY benar-benar terpilih sebagai Ketum Demokrat.
4. KLB Partai Gerindra
Ketua Umum Partai Gerindra periode 2010-2015 Suhardi meninggal dunia pada Kamis (28/8/2014). Ia meninggal karena kanker paru-paru.
Untuk mengisi kekosongan kursi pimpinan Gerindra, KLB pun diadakan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/9/2014).
KLB ini berjalan mulus dan berakhir dalam waktu tiga setengah jam. Prabowo Subianto yang menjabat Ketua Dewan Pembina Gerindra terpilih secara aklamasi oleh seluruh DPD dan DPC Gerindra.
Namun, Prabowo tidak hanya melanjutkan kepemimpinan Suhardi sampai selesai masa jabatan. Ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra selama satu periode pada 2015-2020.
Dalam KLB Agustus 2020, Prabowo kembali dipilih sebagai Ketum Gerindra untuk periode 2020-2025.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV