> >

Pengamat Menduga Ada Insentif dari Presiden Jokowi untuk Parpol yang Tolak Revisi UU Pemilu

Politik | 9 Februari 2021, 16:26 WIB
Ilustrasi pemilih sedang mengikuti simulasi pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 di Lapangan PTPN, Cilenggang, Serpong, Tangsel, Sabtu (12/9/2020) (Sumber: tribunnews.com )

JAKARTA, KOMPAS TV - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, menduga ada insentif untuk partai-partai yang diberikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Insentif tersebut diberikan karena sejumlah partai politik yang duduk di Senayan menolak pembahasan revisi Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca Juga: Berubah Haluan, Partai Nasdem Kini Tak Ingin Revisi UU Pemilu

Menurut Burhanuddin, partai-partai politik tersebut tidak melakukan pembahasan revisi UU Pemilu karena telah mendukung pemerintah.

Selain itu, Burhanuddin mengatakan, politik merupakan sesuatu yang rasional dan politikus kerap digerakkan oleh insentif yang juga rasional.

Menurut Burhanudin, insentif paling nyata dalam hal dukungan terhadap sikap pemerintah yang menolak revisi UU Pemilu adalah jatah menteri partai koalisi yang tidak berkurang.

"Insentif buat partai politik yaitu dukungan publik dan insentif buat presiden juga dukungan publik," kata Burhanudin dikutip dari Tribunnews.com, Senin (8/2/2021).

Baca Juga: Bahas Revisi UU Pemilu, Koalisi di DPR Terbelah - Opini Budiman

"Jadi, menterinya tetap, syukur-syukur ditambah kalau taat. Itu insentif yang jelas, kalau insentif 2024 masih jauh."

Burhanudin menyadari ada sebagian kelompok masyarakat yang menginginkan agar revisi UU Pemilu tetap berlanjut.

Dengan begitu, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 tidak tumpang tindih dengan Pemilu 2024.

Kendati demikian, Burhanudin menilai isu tersebut tidak terlalu populer di masyarakat.

Baca Juga: 9 Fraksi DPR Terbelah Usulkan Bahas Revisi UU Pemilu

Kalaupun masyarakat pada akhirnya menuntut agar pilkada dan pemilu tak dilaksanakan berbarengan pada 2024, partai-partai masih bisa menjelaskannya kepada para pemilih mereka menjelang hari pencoblosan pada 2024.

"Jangan lupa, memori pemilih kita kan pendek. Jadi, mungkin itu yang membuat insentif tadi lebih berkurang, untuk mengikuti aspirasi publik (ingin adanya revisi UU Pemilu)," tutur Burhanuddin.

Diketahui, partai-partai anggota koalisi pemerintahan kini sepenuhnya mendukung sikap pemerintah yang tak ingin revisi UU Pemilu dilanjutkan pembahasannya.

Baca Juga: Fraksi DPR Terbelah Soal Aturan Pilkada Serentak RUU Pemilu, Ini Pandangan Masing-Masing Fraksi

Selain didukung partai koalisi, pemerintah juga didukung oleh PAN yang tak menghendaki adanya revisi UU Pemilu yang salah satu poinnya tetap melaksanakan Pilkada 2022 dan 2023.

Golkar dan Nasdem yang awalnya hendak melanjutkan pembahasan revisi UU Pemilu pun kini sudah sejalan dengan pemerintah.

Kini tersisa Partai Demokrat dan PKS yang masih ingin melanjutkan pembahasan revisi UU Pemilu.

Baca Juga: Draf Revisi UU Pemilu: Eks HTI Setara PKI, Dilarang Ikut Pilpres, Pileg, dan Pilkada

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU