3 Fakta Ilmiah Dentuman di Buleleng Menurut ISSS
Peristiwa | 25 Januari 2021, 13:09 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Dentuman di Buleleng Bali masih misterius. Meskipun demikian, ada sejumlah analisis yang bermunculan terkait dentuman di Buleleng itu
Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS), Venzha Christ, bercerita ia mengetahui perihal dentuman di Buleleng dari sebuah pesan singkat yang dikirimkan seorang teman di Bali, Minggu (24/1/2021). Ia berusaha menggali informasi dengan berdiskusi dengan sejumlah teman yang berada di LAPAN maupun para ahli astronomi.
“Ada beberapa poin yang perlu dicermati untuk menganlisis fenomena ini, terkait orang yang melihat cahaya dan juga mendengar dentuman di Buleleng,” ujar Venzha Christ, Senin (25/1/20210).
Baca Juga: Dentuman di Buleleng Masih Misteri, BMKG dan Lapan Belum Bisa Pastikan Sumber Suara
Pertama, ada pengakuan beberapa orang yang melihat sinar terang sesaat sebelum dentuman terdengar. Artinya, jika menilik pada fakta, yaitu angka kecepatan cahaya bisa mencapai hampir 300 juta meter per detik, sedangkan kecepatan suara hanya 340 meter per detik.
Ia tidak menampik ada kemungkinan benda antariksa tidak dikenal jatuh menembus atmosfer bumi, memancarkan kilatan cahaya dan lalu menimbulkan suara dentuman.
Meskipun demikian, berdasarkan data Space Track tidak didapati lintasan sampah antariksa (space debris) yang melintasi pada hari itu atau tidak didapati adanya benda antariksa buatan yang jatuh melintas.
“Jadi kemungkinan ini adalah kecil,” ucapnya.
Sementara, BMKG juga sempat mencatat getaran 1,1 Magnitudo dari fenomena itu.
Baca Juga: VMARS, Bukti Indonesia Ikut dalam Eksplorasi Mars
Kedua, ada yang menyebutkan fenomena ini adalah fenomena biasa seperti kilat. Namun, Venzha Christ menegaskan kilatan petir akan menimbulkan loncatan bunga api listrik yang menghasilkan panas yang sangat besar sehingga menyebabkan udara yang dilaluinya memuai dengan sangat cepat.
Pemuaian yang cepat dan tiba-tiba tersebut menimbulkan suara keras, akibat dari benturan partikel udara yang satu dengan partikel yang lainnya, atau yang dikenal dengan nama guruh atau guntur.
Kondisi ini membuat suara yang dihasilkan dari petir tidak dapat menyebar ke atas dan ke semua arah tetapi seperti bergerak menjalar ke permukaan bumi, sehingga terdengar lebih kuat dan lebih jauh. Gelombang suara guntur tersebut seperti mengikuti sebuah saluran audio atau disebut dengan istilah tropospheric ducting.
Venzha Christ memaparkan jenis suara petir dan dentuman berbeda.
“Kalau petir rambatan suaranya ada gelombang suara guntur yang mengikuti suara selanjutnya, tidak bisa menyebar kemana-mana, tetapi merambat, sedangkan dentuman di Buleleng berada di satu titik, layaknya sebuah meteor jatuh, jadi kecil kemungkinan fenomena kemarin karena petir,” tuturnya.
Ketiga, ada kemungkinan dentuman di Buleleng adalah bolide. Sebelum berbicara bolide, Venzha Christ memaparkan soal meteoroid adalah merupakan asteroid kecil atau remah-remah yang juga mengorbit pada matahari. Ukurannya mulai dari sebutir pasir hingga batu selebar satu meter.
Terkadang satu asteroid dapat menabrak asteroid lainnya. Tabrakan ini dapat menyebabkan sebagian kecil asteroid terpotong. Potongan-potongan itu disebut meteoroid. Ketika meteoroid bertabrakan dengan atmosfer sebuah planet, mereka berubah menjadi meteor.
Baca Juga: Kiamat Sudah Dekat Karena Asteroid Apophis, Benarkah Demikian?
Jika meteor ini berhasil melewati atmosfer dari sebuah planet dengan selamat dan kondisinya masih utuh, maka disebut meteorit.
Bolide adalah tipe khusus dari fireball atau meteor yg lebih terang. Angka Magnitudo visual bolide mencapai -14 , sedangkan fireball -4.
Bolide adalah meteor yang sangat terang sehingga bisa terlihat pada siang hari yang terik sekalipun. Bolide juga bisa meledak di atmosfer. Inilah fakta ilmiah yang paling mungkin.
“Ada kemungkinan dentuman di Buleleng adalah bolide, sebab meteor agak sulit untuk diprediksi sebelumnya sebagai pecahan asteroid kecil, sementara space debris lintasannya lebih mudah diprediksi ketika memasuki atmosfer bumi," kata Venzha Christ.
Penulis : Switzy-Sabandar
Sumber : Kompas TV