> >

AIMAN - Misteri Cuaca dan Kendali Pesawat Sriwijaya

Aiman | 18 Januari 2021, 06:07 WIB
Program AIMAN akan membahas tentang penyelidikan KNKT terhadap kecelakaan Sriwijaya Air. Pesawat jatuh dalam cuaca yang buruk ternyata masih bisa diantisipasi. Lalu ada dugaan tentang gagalnya sistem kendali pesawat dalam peristiwa ini, benarkah ada kejanggalan? (Sumber: AIMAN Kompas TV)

Dalam peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu, ada tiga faktor utama yang diselidiki. Pertama adalah cuaca, kedua kegagalan mesin, dan terakhir adalah perangkat yang berkaitan dengan sistem kendali alias flight control.

Dalam dua kecelakaan terakhir yang terjadi pada pesawat di Indonesia, yang sama - sama menghujam ke lautan, telah keluar hasil penyelidikannya. Ternyata dalam hasil penyelidikan, salah satu penyebab kacelakaan adalah sistem kendali pesawat.

Aiman Witjaksono akan mengupas hal ini dalam Program AIMAN yang akan tayang pada Senin (18/1/2021) pukul 8 malam di Kompas TV.

Baca Juga: Kisah Penyelam Mencari Black Box Sriwijaya Air

Analisa ini bukan bermaksud untuk mendahului hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), melainkan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan penyebab agar bisa menjadi pesan bagi sistem operasional pesawat di masa pandemi, yang memang tidak sesibuk biasanya.

Apa yang terjadi bila pesawat dijalankan dengan tidak sesibuk biasanya? Ternyata Regulator Penerbangan di Amerika Serikat, yaitu Federal Aviaton Administration (FAA), telah memberikan peringatan.

Untuk Pesawat Udara Boeing 737 baik jenis Next Generation maupun Classic, yang selama 7 hari tidak dioperasionalkan akan berpotensi untuk mengalami kegagalan mesin (engine failure).

Pemeliharaan Pesawat dan Musim Pandemi

Pemeliharaan pesawat memang menjadi masalah krusial dalam penerbangan. Pengamat penerbangan Alvin Lie mengungkapkan, pemeliharaan dilakukan oleh maskapai yang mengoperasionalkan pesawat, dengan berkoordinasi bersama pabrikan pesawat.

Di samping itu, pengawasan menyeluruh juga dilakukan regulator, dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan. 

Yang cukup melagakan, menurut Alvin, sejak tahun 2016 pengawasan pesawat di Indonesia naik terus peringkatnya, hingga menduduki peringkat layanan kualitas penerbangan termasuk faktor keamanan (safety), pada posisi lima besar terbaik di dunia.

Baca Juga: 24 Jenazah Korban Sriwijaya Air SJ182 Sudah Teridentifikasi

"Pada 2016 pemerintah sudah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki faktor safety. Pertama regulasi diperbaiki. Kedua organisasi regulator diperbaiki. Ketiga SDM regulator, baik kuantitas maupun kualitas diperbaiki. Keempat infratruktur diperbaiki. Kelima tata pelayanan navigasi penerbangan yang diperbaiki." Kata Alvin kepada Aiman Witjaksono saat wawancara dalam Program AIMAN.

Lalu mengapa kecelakaan tetap terjadi?

Cuaca, Mesin dan Kendali Pesawat

Aiman mendatangi Ketua KNKT 2007 - 2015, Marsekal Muda Purnawirawan Tatang Kurniadi. Ia menanyakan perihal permasalahan yang kerap terjadi pada kecelakaan. Pertama soal cuaca, kedua soal mesin, dan ketiga soal sistem kendali atau seluruh perangkat yang berkaitan dengan kemudi pesawat.

Pertanyaan pertama yang diajukan Aiman adalah, “Apakah benar bahwa faktor cuaca bisa diantisipasi?”

Baca Juga: Sektor Pencarian CVR Sriwijaya Air SJ182 Dipersempit

Menanggapi pertanyaan Aiman, Tatang Kurniadi menjawab, “Baik melalui arahan pengawas lalu lintas penerbangan di menara bandara (ATC), atau lewat radar pada pesawat yang dibaca oleh para penerbang, kondisi cuaca bisa diantisipasi!”

Tatang melanjutkan, bahkan pesawat penumpang saat ini, yang kerap digunakan maskapai besar, sudah didisain untuk menghadapi cuaca buruk sekalipun. Termasuk jika terkena sambaran petir.

Demikian pula dengan mesin. Mesin pesawat saat ini sudah didesain untuk menghadapi berbagai kondisi. Bahkan Tatang mengungkapkan, setiap sekolah pilot, selalu memiliki kurikulum mematikan mesin di udara, lalu mencoba untuk mendaratkannya.

"Semua siswa sekolah pilot diajari bagaimana menghadapi mesin dalam kondisi mati, lalu pilot harus mendaratkan pesawat," kata Tatang yang merupakan Jenderal lulusan TNI AU 1970  dan memiliki pengalaman lama menjadi penerbang tempur.

Lalu bagaimana jika yang bermasalah adalah sistem kemudi alias flight control pesawat. Apakah fatal? 

Atas pertanyaan ini, Tatang menjawab, “Iya!”

Meski demikian, kita tidak tidak bisa langsung "jump to conclusions" (mengambil kesimpulan dengan jalan pintas), bahwa kecelakaan pesawat Sriwijaya SJ-182 disebabkan karena masalah ini.

Namun Tatang mengakui bahwa kedua kecelakaan pesawat sebelumnya yakni Air Asia QZ 8501 dan Lion Air JT 610 yang sama - sama menghujam ke laut, disebabkan oleh masalah flight control.

Air Asia yang mengalami kecelakaan pada Tahun 2015, disebabkan oleh faktor kombinasi antara human error (kesalahan manusia) dan faktor sistem kendali, yakni rusaknya rudder travel limiter (RTL), yang membatasi naik-turun moncong pesawat.

Ketika moncong pesawat alias angle of attack (AOA), terlalu menanjak di atas 15 derajat, maka pesawat akan kehilangan daya angkat (stall) dan jatuh. 

Baca Juga: Mengharukan, Jenazah Indah Korban Sriwijaya Air Disambut Ratusan Warga di Kampung Halaman

Demikian pula dengan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 2018. Kecelakaan disebabkan oleh bermasalahnya indikator pada angle of attack, yang menyebabkan pesawat juga mengalami stall.

Kerusakan ini belakangan diketahui terjadi akibat permasalahan pada pesawat baru Boeing 737 MAX. Tak berselang lama kemudian, tepatnya pada 10 Maret 2019, pesawat Ethiopian Airlines dengan jenis yang sama, juga mengalami kecelakaan fatal yang menewaskan 157 orang.

Setelah terjadinya dua kecelakaan beruntun ini, Boeing 737 MAX yang ada di seluruh dunia pun dikandangkan.

Sedangkan penyelidikan KNKT atas jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, masih terus berlangsung hingga saat ini. Seluruh perangkat dan data pun telah dikumpulkan.

Tanpa bermaksud mendahului hasil penyelidikan, sudah selayaknya, pengawasan penerbangan diperketat selama pandemi. Karena dalam konteks dunia transportasi, terlebih di udara, inspeksi paripurna merupakan harga mati yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

Penulis : Tussie-Ayu

Sumber : Kompas TV


TERBARU