> >

Anggota Komnas HAM Minta Pemerintah Tak Bubarkan Organisasi Tanpa Proses Peradilan

Peristiwa | 31 Desember 2020, 13:37 WIB
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) (Sumber: KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)

2. Tidak boleh ada paksaan bagi seseorang untuk bergabung dengan suatu serikat/organisasi/asosiasi.

3. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif atas seseorang untuk menikmati hak kebebasan berserikat/berorganisasi/berasosiasi.

Munafrizal juga menyinggung hak kebebasan berserikat dan berkumpul termasuk derogable rights yang dalam keadaan dan situasi tertentu dimungkinkan untuk dilakukan pembatasan.

Baca Juga: Kemenag Pastikan Rizieq Shihab Tetap Boleh Berceramah Meskipun FPI Sudah Dibubarkan

Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang spesifik dan secara bersyarat sesuai International Covenant on Civil and Political Rights, UUD Tahun 1945, dan UU HAM.

Munafrizal menegaskan, pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul harus diatur oleh hukum.

"Jadi, keputusan pemerintah membatalkan status badan hukum suatu organisasi, artinya mencabut hak dan kewajiban yang melekat pada subyek hukum, merupakan bentuk penghukuman (konstitutif) yang sebetulnya harus berdasarkan putusan pengadilan,” katanya.

Baca Juga: TNI-Polri Copot Poster Rizieq Shihab dan FPI di Sidoarjo

Berdasarkan prinsip due process of law, suatu organisasi yang melanggar hukum pidana, mengganggu ketertiban umum, mengancam keselamatan publik, atau membahayakan keamanan negara, dapat dibubarkan melalui proses pidana secara bersamaan terhadap orang-orang yang mewakili organisasi tersebut.

Dasar menimbangnya adalah melindungi kedaulatan negara, namun cenderung mengebiri kedaulatan rakyat.

UU ini dibentuk maksudnya untuk menerapkan sanksi yang efektif terhadap ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Baca Juga: Setelah FPI Bubar, Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya "Front Persatuan Islam".

Kemudian, terdapat kecenderungan melakukan asas contrarius actus dengan maksud untuk menjatuhkan sanksi yang efektif dan langsung berlaku serta mengatur sanksi administratif dan sanksi pidana.

“Masyarakat sipil harus melihat dengan berperspektif hak asasi manusia, adanya pengaturan yang justru mereduksi hak kebebasan berserikat tidak boleh diamini. Kita perlu menggaungkan terus menerus agar kita tidak lupa bahwa kita negara hukum dan negara demokratis," katanya.

"Hubungan negara masyarakat, dalam konteks yang ideal demokratis dapat mencapai titik equilibrium, di mana tidak boleh ada negara yang lebih kuat dari masyarakat yang dikhawatirkan terjadinya represi. Namun tidak boleh juga masyarakat lebih kuat dari negara karena akan melahirkan vandalism dan anarkisme."

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU