Amnesty International Menilai Pelarangan FPI Diskriminatif
Peristiwa | 31 Desember 2020, 13:36 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pelarangan Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah menuai kontroversi. Bahkan, Amnesty International Indonesia menilai langkah pemerintah diskriminatif dan telah melanggar HAM karena merenggut kebebasan sipil.
Memang, sebagian masyarakat mengecam langkah FPI yang sering bertindak mengedepankan kekerasan. Namun, kebebasan sipil dan hak berserikat dan berkumpul tidak boleh diambil.
"Keputusan ini berpotensi mendiskriminasi, melanggar hak berserikat dan berekspresi, sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia. Ini bisa terjadi karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2/2017 diterima DPR RI sebagai Undang-Undang baru," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam keterangan persnya, Rabu (30/12/2020).
Baca Juga: Amnesty International Minta Komnas HAM dan DPR Turun Tangan Usut Kematian 6 Laskar FPI
Sebagai negara hukum, seharusnya pendekatan hukum yang dikedepankan, yaitu melalui proses peradilan.
Sebab hukum internasional mengatur, sebuah organisasi hanya boleh dilarang atau dibubarkan setelah ada keputusan dari pengadilan yang independen dan netral.
"Keputusan ini disesalkan, karena memangkas prosedur hukum acara pelarangan atau pembubaran ormas dengan menghapus mekanisme teguran dan pemeriksaan pengadilan. UU ini bermasalah dan harus diubah," katanya.
Karena itu, keputusan pemerintah dinilai sepihak. Harusnya, gunakan pendekatan hukum dan peradilan. Bagi anggota FPI yang melanggar, harus diproses hukum. "Pengurus atau anggota FPI yang diduga terlibat tindak pidana, termasuk ujaran kebencian dan hasutan kekerasan. Itu kewajiban negara."
Baca Juga: Amnesty International Indonesia Desak AS Batalkan Kunjungan Menhan Prabowo Subianto
Kebebasan sipil yang telah dilanggar oleh pemerintah adalah hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam Pasal 21 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 12/2005, serta Komentar Umum No. 37 atas Pasal 21 ICCPR.
"Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, Konstitusi Indonesia juga telah menjamin hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, yaitu dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945," jelasnya.
Usman juga menyebutkan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk memperjuangkan haknya secara kolektif.
Sementara Pasal 28D menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Untuk itu, Usman menyarankan pemerintah membuat mekanisme yang lebih adil sesuai standar-standar hukum internasional, termasuk pelarangan dan pembubaran sebuah organisasi melalui pengadilan yang tidak berpihak
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV