BPN: Tak Relevan FPI Minta Ganti Rugi ke PTPN Soal Tanah Ponpes di Megamendung
Peristiwa | 28 Desember 2020, 20:09 WIB"Kami memberi nasihat, tanah negara itu tidak boleh diduduki, tidak boleh diserobot. Apabila tugas negara sudah selesai pada PTPN, tanah tersebut akan kembali kepada negara. Tidak boleh diserobot pihak manapun," tuturnya.
Terkait permasalahan ini, BPN menyarankan kepada FPI untuk menyerahkan aset yang didudukinya kepada pemilik yang sah, yakni PTPN VIII Gunung Mas.
"Kalau menurut kami dari BPN, nasihat saja, kembalikan sajat tanah PTPN tersebut," kata Taufiqulhadi.
Klarifikasi FPI soal Tanah Ponpes Megamendung
Menurut FPI, tanah yang digunakan sebagai Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor tersebut, merupakan lahan yang dibeli oleh Habib Rizieq Shihab.
"Pihak Habib Rizieq dan Markas Syariah membeli over garap, membeli dari penggarap. Itu dibeli dari uang masyarakat, uang umat, uang saudara-saudara beliau (Habib Rizieq), uang jamaah beliau, uang beliau juga dan asetnya diperuntukkan untuk umat," jelas Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar, Kamis (24/12/2020).
Terdapat fakta, bahwa PTPN VIII sudah tidak memanfaatkan hak guna usaha (HGU) selama lebih dari 30 tahun.
Baca Juga: Pesantren FPI di Megamendung Disomasi PTPN, Rizieq Shihab: Saya Beli dari Petani Bukan Ngerampok
Kemudian lahan itupun digarap oleh para penggarap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. "Dan Habib Rizieq membelinya dari para penggarap tersebut," ucap Aziz.
Namun jika negara ingin mengambil kembali lahan yang sekarang digunakan sebagai Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Habib Rizieq mempersilakan. "Tinggal mengganti saja apa yang sudah dikeluarkan umat tadi," ujar Aziz.
Diberitakan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas melayangkan somasi tertanggal 18 Desember 2020.
Dalam somasi tersebut disebutkan ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VIII Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektar, oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV