Irjen Napoleon Ungkap Sudah Surati Kejagung 2 Kali untuk Penerbitan Red Notice Baru Djoko Tjandra
Hukum | 24 November 2020, 01:04 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, mengaku sudah menyurati Kejaksaan Agung sebanyak dua kali sebagai permohonan untuk penerbitan red notice baru bagi Djoko Tjandra.
Irjen Napoleon yang kini berstatus terdakwa atas kasus dugaan korupsi penghapusan red notice Djoko Tjandra itu menyampaikan demikian dalam wawancara eksklusif bersama jurnalis KompasTV, Aiman Witjaksono.
“Saya rapat lagi internal, meminta bikin surat dua kali kepada kejaksaan untuk menerbitkan red notice baru Djoko Tjandra,” kata Napoleon dikutip dari tayangan KompasTV pada Senin (23/11/2020).
Baca Juga: Kasus Djoko Tjandra dan Irjen Napoleon Bonaparte, ICW: KPK Harus Segera Tuntaskan! - AIMAN (Bag 5)
Polemik red notice Djoko Tjandra diketahui bermula dari surat yang dikirimkan oleh Divisi Hubinter Polri kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham tertanggal 5 Mei 2020.
Surat dengan perihal penyampaian penghapusan Red Notice Interpol itu ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol, Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo atas nama Napoleon.
Menurut jenderal bintang dua tersebut, surat itu hanya sebagai pemberitahuan bahwa red notice Djoko Tjandra terhapus oleh sistem Interpol Pusat di Lyon, Prancis sejak Juli 2014.
Namun demikian, Napoleon mengakui bahwa surat yang dikirimkan pihaknya kepada Dirjen Imigrasi itu dibuat setelah ia menerima surat dari istri Djoko Tjandra, Ana Boentaran.
Baca Juga: Benarkah Irjen Napoleon Bonaparte Terima Uang Suap Rp 6,1 M? - AIMAN (Bag 2)
Adapun surat tertanggal 5 Mei 2020 itu diketahui merujuk salah satu surat dari Anna Boentaran tanggal 16 April 2020 tentang permohonan pencabutan red notice Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra.
Terkait surat yang dilayangkan Anna Boentaran itu, Napoleon mengatakan, istri Djoko Tjandra berhak menanyakan status red notice suaminya.
“Istri Djoko Tjandra itu punya hak hukum untuk bertanya. Kami, Polri atau Interpol adalah pelayan masyarakat. Mendapat surat begitu, apalagi ditujukan langsung kepada saya, Kadiv Hubinter, menjadi atensi saya,”ujarnya.
Setelah menerima surat dari Anna Boentaran, Napoleon langsung menggelar rapat internal. Diameminta jajarannya untuk mengecek status red notice Djoko Tjandra ke Interpol Pusat di Lyon.
Baca Juga: Eksklusif! Irjen Napoleon Bonaparte Blak-Blakan Soal Dugaan Suap Djoko Tjandra - AIMAN (Bag 1)
Pada 22 April 2020, pihaknya menerima jawaban dari Interpol Pusat bahwa red notice Djoko Tjandra sudah terhapus otomatis dari sistem karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Indonesia di tahun 2014.
“Tapi saya bilang, ‘Hei, kami sudah menyurati pihak yang membutuhkan yaitu Kejaksaan Agung sebagai eksekutor’. Mereka bilang, ‘Sudah ajukan saja permohonan baru’,” ucap dia.
Di saat inilah Napoleon meminta jajarannya menyurati Kejagung dalam rangka pembuatan red notice Djoko Tjandra yang baru.
Napoleon mengungkapkan, pihaknya lalu mengundang pihak Kejagung untuk melakukan gelar perkara terkait red notice tersebut.
Baca Juga: Kasus Suap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte Merasa Dikorbankan - AIMAN (Bag 3)
Meski syarat tak terpenuhi, permohonan penerbitan red notice Djoko Tjandra yang baru tetap dikirim ke Interpol Pusat.
“Walaupun kurang persyaratannya dua yaitu paspor Djoko Tjandra dengan bukti otentik dia meninggalkan Indonesia tidak ada, tapi kami tetap kirim ke Interpol, ini yang tidak pernah diketahui, dipublikasikan ke media,” tutur Napoleon.
Dilansir dari Kompas.com, Irjen Napoleon dalam kasus ini didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar. Uang itu diduga diberikan melalui terdakwa lain dalam kasus ini yakni Tommy Sumardi.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Baca Juga: Kasus Suap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Kecewa! - AIMAN (Bag 4)
Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV