> >

Yusril: Proses Pemberhentian Kepala Daerah Bukan dari Pemerintah Tapi dari DPRD

Politik | 19 November 2020, 20:53 WIB
Yusril Ihza Mahendra (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengingatkan presiden dan menteri dalam negeri tidak bisa menghentikan kepala daerah.

Hal itu diutarakan Yusril terkait dikeluarkannya Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19.

Dalam Instruksi tersebut disebutkan pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.

Baca Juga: Mendagri Keluarkan Instruksi, Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan Bisa Dicopot!

Yusril menjelaskan untuk memberhentikan kepala daerah membutuhkan waktu lama.

Semua proses pemberhentian kepala daerah, termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan, tetap harus dilakukan melalui DPRD.

Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses impeachment atau pemakzulan.

Selanjutnya, jika DPRD berpendapat cukup alasan bagi kepala daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD tersebut beralasan menurut hukum atau tidak.

Baca Juga: Instruksi Mendagri Melarang Kepala Daerah Ikut Dalam Kerumunan Massa

Sampai di situ, kepala daerah tersebut tidak langsung diberhentikan. Untuk tegaknya keadilan, sambung Yusril maka kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh MA untuk membela diri.

“Jadi, proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih,” ujar Yusril melalui pesan singkat, Kamis (19/11/2020).

Yusril juga mengingatkan, Instruksi Presiden, Instruksi Menteri dan sejenisnya pada hakikatnya merupakan perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Selain itu Instruksi presiden juga sudah tidak dicantumkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan untuk mengakhiri keragu-raguan tentang status Inpres yang sangat banyak diterbitkan pada masa Presiden Soeharto.

Baca Juga: Ridwan Kamil Berencana Temui Mendagri Bahas Instruksi Nomor 6 Tahun 2020

Hal ini sesuai dengan UU No 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Untuk itu, sambung Yusril, proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah harus tetap berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau “mencopot” Kepada Daerah karena Kepada Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD,” jelas Yusril.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Mendagri 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19.

Baca Juga: DPR Dukung Mendagri Terkait Sanksi Pencopotan Kepala Daerah yang Langgar Protokol Kesehatan

Instruksi tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas pada Senin lalu.

Dalam instruksi tersebut, Mendagri Tito menegaskan pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.

Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan alasan kepala daerah tersebut dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah.

Kemudian tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 hurub b UU  23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Baca Juga: Soal Pemakzulan Bupati Jember, Mendagri Tito: Tunggu Putusan MA!

Adapaun Instruksi Mendagri tersebut ditandatangani Tito karnavian pada 18 November 2020.

Penulis : Johannes-Mangihot

Sumber : Kompas TV


TERBARU