Mahfud MD: Masyumi Bukan Partai Terlarang, melainkan Diminta Bubar oleh Bung Karno
Politik | 8 November 2020, 19:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD angkat bicara menanggapi adanya deklarasi Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) oleh sejumlah tokoh Islam.
Menurut dia, Partai Masyumi tidak dilarang pendeklarasiannya karena bukan partai terlarang.
"Ada yang mendeklarasikan pendirian Partai Masyumi. Apa boleh? Tentu saja boleh. Sebab dulu Masyumi bukan partai terlarang, melainkan partai yang diminta bubar oleh Bung Karno," jelas Mahfud dalam pernyataannya di akun Twitter miliknya, @mohmahfudmd, Minggu (8/11/2020).
Baca Juga: Masyumi Dibangkitkan Lagi, Mahfud MD: Masyumi Bukan Partai Terlarang
Beda dengan PKI
Hal ini berbeda dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dinyatakan terlarang oleh pemerintah.
"Beda dengan PKI yang jelas-jelas dinyatakan sebagai partai terlarang," lanjut Mahfud.
Menurut Mahfud, saat ini yang terpenting bagi Partai Masyumi adalah memenuhi syarat dan verifikasi faktual partai di Kementerian Hukum dan HAM.
Pernah Berjaya
Majelis Syuro Muslimin Indonesia merupakan kepanjangan dari Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah berdiri di Indonesia.
Partai ini didirikan pada 7 November 1945 oleh Soekiman Wirjosandjojo, Mohammad Natsir, dan Prawoto Mangkusasmito.
Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dahulu merupakan bagian dari partai ini.
Dalam pemilu pertama Indonesia, tahun 1955, Masyumi meraih suara tertinggi kedua. Sekitar 50 persen suara pemilih Masyumi berasal dari luar Jawa.
Masyumi sangat berpengaruh sebagai partai Islam terpopuler saat itu.
Baca Juga: Masyumi Bangkit Lagi, Apa Respons Partai yang Ada?
Citranya sebagai partai Islam modern memikat pemilih di luar Jawa, terutama di daerah yang dominan dengan pemeluk agama Islam.
Sebagai partai yang berpengaruh saat itu, Masyumi menguasai parlemen dan pemerintahan.
Tercatat dua tokohnya pernah menjadi pemimpin kabinet pemerintahan. Seperti Muhammad Natsir dan Burhanuddin Harahap.
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV