Pengusaha Sebut Buruh Tak akan Berani Mogok Nasional Selama 3 Hari karena Takut Diberi Sanksi
Peristiwa | 6 Oktober 2020, 10:30 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Pengusaha memprediksi buruh tidak akan berani melakukan mogok nasional selama 3 hari berturut-turut dari tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 untuk menolak RUU Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pasalnya, kata Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta, Sarman, selain tidak akan berjalan efektif dan tidak sah, buruh yang akan mogok nasional akan takut dikenakan sanksi.
"(Buruh) takut mendapatkan sanksi (perusahaan)," kata Sarman melalui keterangan resminya yang dikutip pada Selasa, 5 Oktober 2020.
Baca Juga: Risma Janji Sampaikan Tuntutan Buruh Terkait Omnibus Law
Sarman menyampaikan demikian menanggapi rencana buruh yang diikuti sebanyak 2 juta orang di 10 provinsi di Indonesia untuk mogok nasional.
Lebih lanjut, Anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit (Pengusaha, Buruh, Pemerintah) Nasional ini mengatakan, mogok kerja memang merupakan hak dasar buruh dalam UU Ketenagakerjaan.
Tapi, kata dia, mogok bisa dinyatakan sah bila perundingan antara buruh dan perusahaan tidak mencapai kata sepakat atau gagal.
Dalam praktiknya pun, kata dia, serikat buruh wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada perusahaan dan dinas tenaga kerja setempat. Paling lambat tujuh hari sebelum mogok.
"Di luar ketentuan tersebut tidak sah," ucap Sarman.
Baca Juga: Serikat Buruh: Mogok Kerja Nasional Dilakukan di Lingkungan Perusahaan dengan Protokol Kesehatan
Menurutnya, jika buruh tetap memaksa melakukan mogok nasional, maka pengusaha bisa memberikan sanksi kepada yang bersangkutan.
Selain itu, Sarman menambahkan, mogok nasional akan dinilai buruk oleh calon investor yang akan menanamkan investasinya di Indonesia.
Para investor, kata dia, bisa menilai bahwa tenaga kerja Indonesia kurang produktif dan kompeititif.
Karena itu, Sarman mengatakan, dalam situasi seperti ini seharusnya buruh menjaga psikologis pengusaha.
"Agar jangan sampai melakukan PHK akibat dari isu mogok kerja," kata dia.
Sebelumnya, KSPI dan 32 konfederasi buruh lainnya memutuskan akan melaksanakan unjuk rasa nasional berupa mogok nasional.
Baca Juga: Tak Ada Izin untuk Buruh Demo RUU Cipta Kerja di DPR
"KSPI dan buruh Indonesia beserta 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, dan akan mogok nasional," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Mogok nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi dan hampir 10 ribu perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh Indonesia.
Seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, farmasi, dan lainnya.
Mogok nasional akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Baca Juga: Besok, Konfederasi Buruh Tetap Gelar Mogok Kerja Nasional
Kemudian, Undang-Undang No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said Iqbal.
Menurut Said, dari 10 isu yang disepakati DPR dan pemerintah, ada tiga isu di RUU Cipta Kerja yang membuat buruh bereaksi.
Ketiga isu ini mengenai PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, dan tenaga kerja asing (TKA). Said meminta ketiga isu ini dikembalikan lagi sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.
Baca Juga: Cipta Kerja Disahkan, Bos Serikat Buruh Dapat Jabatan Wamen dari Jokowi?
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV