> >

Mengenal Omnibus Law RUU Cipta Kerja: Proses Cepat, Suara Rakyat Diabaikan

Peristiwa | 5 Oktober 2020, 12:53 WIB
Demonstrasi buruh tolak RUU Cipta Kerja. Mengenal Omnibus Law RUU Cipta Kerja: Proses Cepat, Suara Rakyat Diabaikan. (Sumber: Kompas.com)

1. Jam lembur buruh lebih lama

Terdapat pengubahan beberapa ketentuan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan investasi dalam negeri, salah satunya jam lembur yang jauh lebih lama.

Pernyataan ini tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan pasal 78.

Dalam pasal tersebut disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu.

Sementara pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b menyebutkan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu.

Baca Juga: Mahfud MD: Bagi yang Tidak Setuju dengan RUU Cipta Kerja Bisa ke Mahkamah Konstitusi

2. Cuti panjang karyawan

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 79, pemerintah menjelaskan secara detail soal cuti panjang alias istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

Cuti panjang yang diatur sekitar dua bulan pada tahun ketujuh hingga tahun ke delapan masing-masing satu bulan tiap tahunnya.

UU tersebut mengatur secara jelas peraturan soal istirahat panjang yang dibuat dalam beberapa poin khusus.

Sementara pada omnibus law Cipta Kerja, peraturan cuti tahunan tak lagi diatur secara khusus oleh pemerintah.

Kendati begitu, perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah kerja empat jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar satu sampai dua hari.

Selain itu, diatur cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan minimal 12 hari.

Baca Juga: Omnibus Law Bikin Karyawan Tak Bisa Ajukan Cuti Panjang

3. Pekerja lebih rentan di-PHK

Pemerintah melonggarkan aturan bagi pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja/buruh.

Artinya, Omnibus law bisa saja membuat pengusaha melakukan PHK secara sewenang-wenang mengingat prinsip RUU Cipta Kerja easy firing dan easy hiring dengan dalih memudahkan masuknya investasi.

Bahkan, PHK sewenang-wenang bisa dilakukan akibat kecelakaan kerja yang dialami buruh.

Sementara pada aturan sebelumnya, pelaksanaan PHK sebisa mungkin dihindari terlebih dahulu.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga menyepakati pengurangan pesangon PHK melalui klaster ketenagakerjaan di omnibus law RUU Cipta Kerja.

Diberitakan Kompas.com, Sabtu (3/10/2020), pemerintah mengusulkan penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.

Padahal, di dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah. JKP sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, yang sekaligus memberikan manfaat berupa upscalling dan upgrading bagi pekerja yang di-PHK.

Besaran pesangon PHK pekerja di Indonesia dinilai terbilang besar jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, seperti Vietnam dan Malaysia. Hal ini dinilai menyebabkan investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.

Baca Juga: Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja dan PHK Massal di DPR, Begini Situasinya

4. Yang tidak dihapus

Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan tidak akan ada penghapusan pesangon dalam omnibus law, tapi diatur mengenai pengemplementasiannya.

Pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.

Upah minimum juga tidak akan dihapuskan. Upah per jam yang diwacanakan pemerintah merupakan upah pekerja di sektor-sektor tertentu.

Selain itu, omnibus law cipta lapangan kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

Jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, tetap diproses mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.

Baca Juga: 10 Isu RUU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Pekerja & Buruh

5. UMKM

Pemerintah mengklaim bahwa RUU akan mendorong adanya efisiensi maupun debirokratisasi karena memberikan kemudahan dan mempercepat proses perizinan berusaha, terutama bagi UMKM dan koperasi.

Sementara itu, RUU Omnibus Law merupakan kekuatan pembuka pagar investasi sebesar-besarnya di Indonesia.

Akan terdapat kemudahan dalam investasi, ekspor, pendirian usaha, pembiayaan, dan lain sebagainya.

Disebutkan lebih lanjut, pemerintah menginginkan UMKM naik kelas, di mana UMKM berusaha semakin luas, ikut pengadaan di pemerintah, ikut pengerjaan pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, dituliskan bahwa mau tidak mau, daya saing produk UMKM harus standar global.

Baca Juga: Tolak RUU Cipta Kerja, KSPI Akan Gelar Mogok Nasional

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU