Benarkah Ada Serangan Bakteri dari Luar Angkasa? Ini Penjelasan Ahli
Sosial | 25 September 2020, 11:44 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Akhir-akhir ini marak pemberitaan tentang kemungkinan serangan bakteri dari luar planet Bumi.
Aktivitas teknologi serta pesatnya sains tentang keantariksaan dalam satu dekade terakhir menjadi penyebabnya.
Tim ilmuwan dan peneliti NASA dalam siaran resminya mengumumkan penemuan mikroba dan bakteri yang berkembang cepat di sebuah permukaan International Space Station (ISS) atau stasiun luar angkasa internasional.
Baca Juga: Selain di Jamur Enoki, Serangan Bakteri Listeria Juga Ditemukan dalam Semangka
Menurut NASA, jika hal ini tidak ditangani maka, keselamatan serta kesehatan para astronot yang ada di ISS dapat terancam atau setidaknya mengganggu proses penelitian dan riset ruang angkasa mereka.
Venzha Christ, seorang pegiat sains antariksa yang tinggal di Yogyakarta sekaligus Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS) melontarkan pendapatnya.
Venzha Christ sebagai Founder dari HONF Foundation (1999), v.u.f.o.c Lab (2010), ISSS (2015), International SETI Conference (2016), dan Indonesia UFO Network - IUN (2019), aktif melakukan riset dan kerjasama di persinggungan antara seni dan sains antariksa.
Ia menilai hal ini sebuah kewajaran mengingat luar angkasa yang begitu luas memiliki kandungan mineral yang beragam komposisinya.
Baca Juga: Siswa SMK di Sragen Ciptakan Masker Anti Bakteri dan Virus
“Justru akan jadi aneh apabila tidak ada sama sekali zat-zat kehidupan yang menyertainya,” ujar Venzha Christ, Kamis (24/9/2020).
Ia beranggapan entitas yang belum diketahui atau teridentifikasi sangat bisa disebut sebagai alien.
Fenomena semacam ini harus melalui tes penelitian dan pengujian material secara berulang supaya ilmiah dan bukan sebatas asumsi belaka.
Venzha Christ bercerita seorang kosmonaut Rusia bernama Anton Shkaplerov pernah memberi pernyataan kepada kantor berita negara Rusia, TASS. Anton mengumpulkan bakteri dari luar angkasa dan bakteri tersebut dianggap sebagai alien.
Baca Juga: Ternyata Material Tembaga Membunuh Bakteri dan Virus Termasuk Covid-19
Badan Antariksa Rusia, Roscosmos, mengiyakan klaim kosmonotnya. Bahkan Rusia secara resmi menyatakan eksterior dari ISS memang berfungsi sebagai "tempat sementara biomaterial alien."
“Pertanyaan saya itu apakah benar mikroba yang diteliti dan menempel pada pesawat ISS itu benar-benar berasal dari luar Bumi?” kata Venzha Christ.
Ia menjelaskan hasil perbincangannya dengan astronom senior Search for Extra-Terrestrial Intelligence (SETI) Institute, Seth Shostak.
Pertemuan itu dilakukan di SETI Intitute, Silicon Valley, Amerika, ketika Venzha pulang dari pelatihan simulasi hidup di Planet Mars, MDRS, oleh Mars Society dua tahun lalu.
Baca Juga: Brucellosis Jadi Wabah Baru di China, Mirip Covid-19?
Ketika itu, Shostak mengungkapan materi genetik double helix berasal dari Bumi. Artinya, jika bakteri tersebut mempunyai DNA, berarti benda itu hanya kehidupan yang berasal dari Bumi dan kebetulan saja terbawa saat peluncuran atau memang sudah ada pada benda-benda yang dibawa oleh wahana antariksa menuju ISS.
Kekhawatiran dari misi luar angkasa
Venzha menjelaskan ada juga beberapa berita yang mengklaim bahwa misi eksplorasi ruang angkasa oleh manusia akan berdampak buruk bagi kehidupan di Bumi.
Sebab, ada kekhawatiran jika astronaut dan wahana antariksanya akan membawa bakteri baru atau asing kembali ke Bumi.
Baca Juga: Sempat Disebut Tak Menginfeksi Anak-anak, Bagaimana Virus Corona Menyebar Pada Si Kecil?
Mereka khawatir jika bakteri yang dibawa itu akan dianalisis, kemudian berkembang atau bahkan bermutasi, lalu secara tidak sengaja mempengaruhi atau bahkan bisa membinasakan berbagai unsur kehidupan di planet ini.
“Kekhawatiran ini bukan tidak mungkin bisa terjadi,” ujar Venzha Christ.
Ia mencontohkan, salah satu misi NASA yang bernama Mars Sample Return (MSR), membawa helikopter eksperimental layaknya sebuah drone setinggi 19 inchi yang dirancang untuk menguji kemungkinan penerbangan di atmosfer Mars yang tipis.
Proyek MSR ini adalah upaya selama satu dekade untuk membawa potongan-potongan batu dan tanah dari permukaan Mars kembali ke laboratorium di Bumi untuk dapat diteliti dengan seksama secara rinci dan ilmiah.
Baca Juga: Mengenal Pesawat Luar Angkasa Spaceship II dari Virgin Galactic
Meskipun demikian, Venzha Christ menilai kebijakan saat ini adalah sangat hati-hati memperlakukan sampel dari luar Bumi yang akan dibawa ke bumi dan harus memenuhi protokol kesepakatan internasional mengenai hukum antariksa.
Protokol itu mewajibkan NASA atau space agency mana pun harus membawa kembali semua materi dari luar Bumi, seperti, debu komet, batuan Mars, partikel angin matahari, juga pasir maupun regolith dari bulan, dengan aman.
Semuanya sudah bekerja sama untuk mendesain dan menguji cara dan kombinasi penyimpanan, sterilisasi dan deaktivasi molekul untuk memenuhi standar ketat untuk mencegah kerusakan lingkungan Bumi dari biologi luar angkasa.
Sejak miliaran tahun yang lalu, Planet Bumi juga sudah memiliki banyak sampel material meteor, beberapa pecahan dari Mars, maupun material penyusun bulan.
Baca Juga: Tahun Depan Wisata Luar Angkasa Naik Balon Udara Dibuka, Tiketnya Rp1,8 Miliar!
Jika tidak, maka kontak dengan mikroorganisme luar angkasa dapat menimbulkan risiko bagi sistem kekebalan tubuh.
Terutama bagi mereka yang terlibat dalam misi ruang angkasa dengan tujuan mengumpulkan organisme dari eksoplanet dan bulan.
Hal ini dibuktikan dengan usaha riset dan penelitian para ilmuwan yang menguji bagaimana sel imun mamalia bereaksi terhadap peptida yang mengandung dua asam amino yang umumnya ditemukan pada meteorit, yaitu asam amino isovaline dan α-aminoisobutyric acid dites kepada tikus yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang sama dengan manusia. (Switzy Sabandar)
Penulis : Johannes-Mangihot
Sumber : Kompas TV