Istana Ungkap Keberadaan Influencer Bantu Pemerintahan Jokowi: Tak Perlu Khawatir
Peristiwa | 8 September 2020, 06:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah akhirnya buka suara soal penggunaan jasa influencer untuk membantu menyosialisasikan program maupun kebijakan.
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengungkapkan, keberadaan influencer tidak lain adalah untuk membantu komunikasi kepada masyarakat.
Sehingga, menurutnya, tidak ada yang salah dengan keberadaan influencer. Sebab, mereka membantu menyampaikan program pemerintah kepada masyarakat yang kini sebagian besar telah mengakses internet.
"Para influencer ini kan orang-orang jelas dan nyata, yang kadang berasal dari selebritas, dan mereka mempunyai jaringan sendiri yang bisa membantu ke dalam jaringannya sendiri," kata Fadjroel dalam Webinar Kompas TV dengan Tema Influencer dan Pemerintahan Jokowi, Jumat (4/9/2020).
Baca Juga: Kontroversi Buzzer dan Influencer Pro Pemerintah
Lebih lanjut, Fadjroel menerangkan, dalam masyarakat jaringan yang dihubungkan dengan teknologi digital, hanya ada dua kata kunci, yaitu aktor dan relasinya.
Kedudukan aktor digital tersebut pun tidaklah sama dan memiliki peran berbeda-beda.
Dia lantas mengutip dari buku Manuel Castell berjudul The Rise of The Network Society. Menurutnya, terdapat lima peran aktor digital, di antaranya, Stars, Liasions, Bridges, Gatekeepers, Cosmopolites, dan Isolates.
"Yang menjadi influencer itu adalah yang peranannya star bukan yang isolates," terang Fadjroel.
Baca Juga: Pemerintah Anggarkan Dana 90 Miliar untuk "Influencer", Ini Kritik ICW!
Tak bisa dipungkiri juga bahwa masyarakat sekarang ini banyak yang mengakses internet. Oleh karena itu, pendekatan pemerintah dalam komunikasi publik juga perlu strategi yang tepat untuk bisa mengimbangi masyarakat.
Menurut Fadjroel, Pemerintah tidak lagi menggunakan strategi top-down, tapi pendekatan parsipatoris yang melibatkan banyak komunitas, salah satunya influencer.
Dia mencontohkan, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak sejumlah influencer, termasuk Rafi Ahmad dan Istrinya, Nagita Slavina, untuk mengkampanyekan protokol kesehatan.
"Influencer ini memiliki jaringan besar, seperti kasus Rafi-Nagita tadi, kita tentu mempergunakan. Jadi tidak ada masalah dengan problem influencer ini. Ini adalah fakta baru dan tidak ada yang bisa menahannya kita manfaatkan sebaik-baiknya," kata Fadjroel.
Baca Juga: Peran Influencer Pro Pemerintah? Politisi: Bukan Siapa Tapi Apa yang Dibicarakan
Bayaran Influencer
Menurut Fadjorel, para influencer tersebut sukarela alias tidak dibayar dalam membantu program pemerintah.
"Apakah Raffi Ahmad ketika diminta dengan teman-temannya oleh Pak Jokowi untuk berbicara mengenai adaptasi kebiasaan baru, memakai masker, kemudian mencuci tangan, menjaga jarak, apakah mereka dibayar? Tidak. Mereka tidak dibayar," kata Fadjroel.
"Mereka bersedia bertemu dengan Presiden dan bersedia menjadi influencer kepada orang-orang yang menjadi followers mereka," sambungnya.
Baca Juga: KPK Selidiki Kucuran Dana Pemerintah untuk Sewa Influencer Rp 90,45 Miliar
Influencer Pemerintah
Hal senada juga dikatakan Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto. Menurutnya, influencer ini semacam opinion leader yang sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum adanya media sosial.
"Bisa saja yang namanya opinion leader itu artis, para ulama bisa, orang-orang berpendidikan, orang kampus, guru juga bisa. Jadi itu sudah ada sejak masa lalu. Nah, influencer punya punya jutaan followers maupun subscriber yang bisa membantu untuk komunikasi," paparnya.
Henri pun meminta kepada masyarakat agar tidak perlu khawatir dengan keberadaan influencer di pemerintahan.
"Karena influencer-influencer sekarang ini lebih kepada konteks untuk pembangunan, pariwisata, untuk menggerakkan ekonomi, untuk supaya masyarakat mau berbelanja, marketing, itu yang sebenarnya terjadi. Termasuk yang benar-benar dilakukan pemerintah yaitu menangani Covid-19," jelasnya.
Baca Juga: Anggarkan Dana 90 Miliar untuk Influencer, PKS: Pemerintah yang Aneh
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV