> >

Kata Mahfud MD Soal Politik Dinasti yang Tumbuh Subur di Pilkada 2020

Politik | 5 September 2020, 17:44 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara mengenai beragam polemik mengenai politik dinasti yang tumbuh subur dalam Pilkada 2020.

Menanggapi hal itu, menurut Mahfud, tidak ada hukum yang mengatur ihwal seorang kerabat pejabat publik maju mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.

Mahfud mengatakan, praktik nepotisme atau kekerabatan tidak bisa dihindari, termasuk dalam gelaran Pilkada 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang.

Baca Juga: Mahfud MD Angkat Bicara Soal Dinasti Politik

"Mungkin kita sebagian besar tidak suka dengan nepotisme. Tetapi harus kita katakan, tidak ada jalan hukum atau jalan konstitusi yang bisa menghalangi orang mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun," kata Mahfud dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (5/9/2020).

Memurut Mahfud, terkait hal itu berlaku di seluruh dunia. Ia menuturkan, tidak ada pula negara lain yang mengatur larangan praktik kekerabatan dalam politik.

Terlebih, kata Mahfud, praktik politik kekerabatan tersebut tidak melulu bertujuan buruk.

"Dulu di suatu kabupaten di Bangkalang, pernah orang berteriak, 'saya mau mencalonkan diri karena kakak saya memerintahnya tidak baik. Karena itu jangan dituduh saya nepotis, tapi karena kakak saya tidak baik'," tutur Mahfud.

"Jadi belum tentu orang nepotisme niatnya selalu jelek."

Baca Juga: Nepotisme Bisa Membuat Ambyar - Opini Budiman Eps. 6

Mahfud menambahkan, salah satu aturan tentang larangan nepotisme yang dapat dicontoh yaitu peraturan yang pernah dibuat di zaman pemerintahan Belanda.

Kala itu, kata dia, ada aturan bahwa keluarga pejabat pemegang suatu proyek tidak boleh ikut terlibat.

"Itu dulu ada di zaman Belanda, mudah-mudahan nanti di sini ada yang mengusulkan begitu untuk menghindari nepotisme di bidang ekonomi," ujar Mahfud.

"Saya kira di mana-mana tidak bisa dihalangi oleh hukum dan konstitusi. Kita tidak bisa melarangnya. Itu fakta."

Baca Juga: Berpakaian Lurik, Naik Sepeda & Didampingi Istri, Gibran-Teguh Daftar ke KPU Surakarta

Seperti diketahui, isu politik dinasti mengemuka seiring dengan majunya sejumlah kerabat dekat pejabat di panggung Pilkada 2020, termasuk keluarga Presiden Joko WIdodo.

Dilansor Kompas.com, ada Gibran Rakabuming Raka yang maju di Pilkada Solo dan Bobby Afif Nasution yang maju di Pilkada Medan.

Gibran merupakan putra sulung Jokowi, sementara Bobby adalah menantu presiden.

Kemudian, ada nama Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara) yang merupakan keponakan Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sara bakal maju sebagai calon wakil wali kota Tangerang Selatan.

Baca Juga: Bersiap untuk Pilkada Solo, Gibran-Teguh Resmi Daftar ke KPU

Ada pula Siti Nur Azizah Ma'ruf, putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Azizah bakal maju sebagai calon Wali Kota Tangerang Selatan.

Litbang Kompas mencatat, sampai saat ini tidak ada aturan yang melarang atau membatasi secara khusus politik dinasti ini.

Salah satu aturan yang pernah dibuat adalah Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada terkait larangan calon kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan petahana.

Sebelum dibatalkan, pasal itu melarang sosok yang memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, dan menantu. Mereka boleh maju setelah melewati masa jeda satu kali masa jabatan.

Baca Juga: Gaya Gibran Didampingi Selvi Ananda di Pendaftaran Pilkada Solo

Pasal tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai membatasi hak politik warga negara untuk dipilih sebagai kepala daerah.

Dengan adanya putusan MK itu, baik calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan petahana dapat maju dalam pilkada tanpa harus menunggu jeda satu periode setelah petahana tidak menjabat.

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU