> >

Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Utara Diperiksa Mabes Polri Terkait Paspor Djoko Tjandra

Kriminal | 19 Agustus 2020, 18:43 WIB
Menggunakan baju tahanan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Utara (Jakut) Sandi Andaryadi diperiksa penyidik Bareskrim Mabes Polri hari ini, Rabu (19/8/2020).

Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri itu memeriksa Sandi sebagai saksi terkait kasus pelarian Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. 

Baca Juga: Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra, MAKI: Dugaan Korupsi Lebih Dari 20.000 US Dollar

“Ada sekitar 15 pertanyaan yang ditanyakan penyidik kepada beliau. Tadi diperiksa sejak pukul 11.00 sampai pukul 15.30 sore hari ini tadi,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu. 

Menurut Awi, Sandi ditanyakan perihal proses penerbitan paspor untuk Djoko Tjandra. 

Sebagaimana diketahui, Djoko Tjandra ini sempat membuat paspor ketika masih berstatus buronan di Kantor Imigrasi Jakarta Utara. 

Dari keterangan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham sebelumnya, Djoko Tjandra membuat paspor pada 22 Juni 2020 dan terbit sehari kemudian. 

Penyidik juga menanyakan perihal surat-menyurat antara Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dengan pihak Imigrasi. 

“Terkait surat-menyurat yang dilakukan oleh Div Hubinter Polri kepada Imigrasi yang mengakibatkan pencabutan red notice dan pembukaan cekal saudara Djoko Tjandra,” tutur Awi. 

Polemik red notice terkait Djoko Tjandra berawal dari surat yang dikirimkan Sekretaris NCB Interpol Brigjen Nugroho Slamet Wibowo kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham di tahun 2020. 

Surat dengan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tanggal 5 Mei 2020 tersebut ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri. 

Dalam surat itu, Nugroho menyampaikan bahwa terhapusnya red notice Djoko Tjandra sejak 2014 disebabkan tidak ada permintaan perpanjangan dari pihak Kejaksaan Agung. 

Surat itu diketahui merujuk salah satu surat dari istri Djoko Tjandra bernama Anna Boentaran tanggal 16 April 2020 tentang permohonan pencabutan red notice Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra. 

Kini Nugroho serta atasannya, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte telah dimutasi.

Keduanya diduga melanggar kode etik karena tak menjalankan prosedur perihal administrasi. 

Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri. 

Sementara, Nugroho dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. 

Baca Juga: Djoko Tjandra dan Pihak Imigrasi Kemenkumham Diperiksa Bareskrim Polri.

Selain itu, Napoleon pun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Sebelumnya diberitakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah memeriksa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam kasus pelariannya, Rabu (19/8/2020). 
Awi Setiyono mengatakan, Djoko dicecar 59 pertanyaan oleh penyidik. 

"Mulai pukul 10.30 sampai pukul 15.15. Yang bersangkutan (Djoko Tjandra) dicecar oleh penyidik sebanyak 59 pertanyaan," kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU