> >

Uji Klinis Pengembangan Obat Covid-19 Unair Dipertanyakan

Update corona | 17 Agustus 2020, 16:16 WIB
Pengembangan obat Covid-19 yang dilakukan Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) menuai kritik. (Sumber: Pixabay)

"Sel vero itu bukan sel dari manusia, tapi dari kera. Nah ketika selanjutnya (peneliti) menggunakan sel paru manusia, jelas sekali dikatakan di jurnal Nature bahwa hidroksiklorokuin tidak bisa menghambat replikasi virus SARS-CoV-2," jelasnya.

Begitu juga dengan obat lopinavir/ritonavir. Obat ini juga tidak ada manfaatnya untuk pasien Covid-19.

Baca Juga: Indonesia Punya Obat Covid-19 Sendiri Buatan TNI AD, BIN & Unair

Kemudian Ahmad juga menyoroti hasil penelitian Unair yang juga tidak lazim. Menurutnya Unair tidak lazim dalam penyampaian data.

Peneliti, menurut Ahmad, hanya menuliskan simbol dalam kelompok perlakuan sebagai grup SoC, A, B, C, D, dan E, tanpa menjelaskan lebih lanjut siapa saja yang termasuk dalam kelompok tersebut, berapa usianya, jenis kelaminnya apa, bagaimana kondisi kesehatannya, riwayat penyakit bawaan, dan sebagainya. 

Tim peneliti juga hanya menuliskan jumlah subyek di masing-masing kelompok. Padahal ketika suatu data sudah ditayangkan untuk umum seperti ini, tidak boleh hanya ditulis A, B, C, D, E, dan sebagainya.

Menurut Ahmad, responden yang dimasukkan ke dalam suatu kelompok harus jelas siapa saja dan komposisinya sama. Jika data yang dipaparkan hanya menunjukkan jumlah, sulit untuk mengetahui siapa saja pasien di dalamnya.

"Nah, kita enggak tahu proporsi di masing-masing kelompok sama atau enggak. Karena enggak fair kalau misalnya suatu kelompok berusia tua semua. Kalau hasilnya jelek, terang saja karena di (kelompok) situ banyak orang-orang tua," ungkapnya. 

Baca Juga: Perlukah TNI & Polri Dilibatkan Dalam Inpres Covid-19? Ini Kata Menko PMK - ROSI

Selain umur, riwayat komorbit atau penyakit bawaan juga dapat memengaruhi hasil. Namun, di paparan tersebut tidak dijelaskan juga riwayat komorbitnya. 

"Jadi saya bisa katakan, ini tidak lazim atau ada hal yang belum ditampilkan semuanya," ungkapnya. 

Oleh sebab itu, Ahmad dan peneliti lain mendorong agar demografi penelitian ini disampaikan secara terbuka.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU