Resep Bubur Suro Khas Jawa, Sejarah dan Filosofinya saat Perayaan 1 Muharam 1446 H/2024 M
Kuliner | 6 Juli 2024, 06:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bubur Suro merupakan salah satu hidangan yang kerap muncul saat perayaan Tahun Baru Islam, termasuk pada tahun ini, yaitu pada 1 Muharam 1446 Hijriah/2024 Masehi.
Bubur Suro disajikan oleh masyarakat Jawa secara turun-temurun pada 1 Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam.
Diketahui, Tahun Baru Islam 2024/1 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Senin (7/7/2024) setelah matahari terbenam.
Sejarah Bubur Suro
Melansir indonesia.go.id, pada awalnya Bubur Suro dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, yang diterbitkan Sultan Agung.
Kalender tersebut menggabungkan antara kalender Islam atau hijriah dan sistem penanggalan Jawa.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Arie Novan, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
Baca Juga: Peringati 1 Suro 2024, Keraton Yogyakarta Gelar Acara Mubeng Beteng, Ini Jadwal dan Tata Tertibnya
Bubur Suro terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya.
Biasanya sajian bubur Suro memiliki tampilan dan lauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Ada bubur putih dan bubur merah.
Kendati demikian, sebagian besar bubur ini memiliki karakteristik yang sama, yakni disajikan bersama kuah santan kuning, tahu, orek tempe atau teri, telur, dan kacang-kacangan.
Menariknya, harus ada tujuh jenis kacang yang ada dalam sepiring bubur Suro. Selain tujuh jenis kacang, tak lupa suwiran jeruk Bali dan buah delima ditaburkan di atas sajian bubur untuk menambah rasa asam yang unik.
Seperti tujuh jenis kacang yang terdiri dari kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang mede, dan beberapa kacang lainnya, yang melambangkan tujuh hari dalam satu minggu.
Menyantap bubur Suro bertabur tujuh jenis kacang merupakan doa agar selalu diberi berkah dan kelancaran dalam hidup setiap harinya.
Sementar sumber lain menyebutkan terciptanya bubur suro kala itu untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu, sebagaimana tertera pada kitab kuno, di antaranya Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani).
Baca Juga: Rute Kirab Pusaka 1 Suro 2024 di Keraton Kasunanan Surakarta, Ini Jadwalnya
Dikisahkan, cerita bermula pada saat Nabi Nuh sedang bertanya kepada para sahabat apakah masih ada makanan sisa di dalam kapal. Lalu, sahabat menjawab "Masih ada ya nabi". Ia menyebutkan bahan makanan yang tersisa ada kacang poi, kacang adas, ba'ruz, tepung, dan kacang hinthon. Bahan tersebut lalu dimasak bersamaan. Di sinilah cikal bakal terbentuknya santapan lezat tersebut.
Bubur Suro kini masih bisa dijumpai di beberapa wilayah Jawa Timur, salah satunya Madura, dan sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Solo, hingga Semarang.
Selain disantap bersama keluarga dan kerabat terdekat, bubur Suro merupakan salah satu sajian yang sering dibagikan secara massal di masjid-masjid sebagai wujud sedekah dan berbagi rezeki kepada orang-orang yang membutuhkan.
Filosofi Bubur Suro
Melansir buku Perayaan 1 Suro Pulau Jawa (2010) oleh Julie Indah Rini, dijelaskan bahwa bubur putih merupakan lambang kesucian jalan hidup. Adapun bubur merah melambangkan keberanian.
Sementara, kedelai hitam yang digoreng menunjukkan watak yang mituhu atau senantiasa setia dan berbuat baik dengan menaati anjuran sesepuh.
Telur ayam kampung yang diiris merupakan simbol dari hidup yang kesinambungan dan bermasyarakat. Serundeng kelapa merupakan petunjuk agar mengikuti filosofi pohon kelapa, yakni pandai beradaptasi dan berguna untuk masyarakat.
Sementara itu, tujuh macam kacang yakni kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, dan kacang bogor melambangkan jumlah hari dalam seminggu.
Bubur suro juga dihidangkan dengan uba rampe atau pelengkap sesaji yang mengarah pada makna hidup yang lebih baik.
Baca Juga: Daftar 11 Weton Tulang Wangi yang Sering Dikaitkan dengan Satu Suro, Apa Saja?
Resep Bubur Suro Khas Jawa Timur
Berikut resep bubur Suro khas Jawa Timur, dikutip dari Sajian Sedap.
Bahan
- 350 gram beras, cuci bersih
- 2000 ml santan encer, dari sisa perasan santan
- 500 ml santan kental, dari 1,5 butir kelapa
- 2 ½ sendok teh garam
- 6 lembar daun salam
- 2 batang serai, memarkan
Bahan kuah
- 2 paha ayam atas bawah filet, potong kotak kecil
- 2 lembar daun salam
- 3 sentimeter lengkuas, memarkan
- 2 sentimeter jahe, memarkan
- 2 batang serai, memarkan
- 4 sendok teh garam
- ½ sendok teh merica bubuk
- 4 sendok teh gula pasir
- 1.500 ml santan, dari 1 butir kelapa
- 2 sendok makan minyak, untuk menumis
Bumbu halus
- 6 butir kemiri, sangrai
- 2 sentimeter kunyit, bakar
- 1 sendok teh ketumbar, sangrai
- 10 butir bawang merah
- 3 siung bawang putih
- ½ sendok teh jintan
Bahan pelengkap
- Perkedel kentang
- Tahu goreng
- Kacang kedelai goreng
- Kerupuk bawang
- Bawang goreng, untuk taburan
Baca Juga: Deretan Mitos Larangan Malam 1 Suro 2024 Menurut Budaya Adat Jawa
Cara membuat:
1. Pertama, siapkan wajan lalu rebus beras yang sudah dicuci bersih dengan santan encer hingga mendidih. Kecilkan api.
2. Masukkan daun salam, garam, santan kental, dan serai. Lalu aduk dan masak sampai menjadi bubur. Sisihkan.
3. Untuk membuat kuah, tumis bumbu halus, daun salam, lengkuas, jahe, dan serai sampai harum. 4. Masukkan ayam, aduk rata dan masak hingga berubah warna.
5. Tuangkan santan, aduk rata. Masukkan garam, merica bubuk, dan gula putih. Aduk rata lalu masak hingga santan matang.
6. Sajikan bubur suro bersama bahan pelengkap selagi hangat.
Penulis : Dian Nita Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Indonesia.go.id