Soal Polusi Udara di Langit Jakarta yang Semakin Buruk, Begini Tanggapan Dirjen HAM
Kesehatan | 20 Agustus 2023, 12:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tingkat polusi udara di langit Jakarta belakangan ini semakin memburuk dan terus menjadi sorotan.
Sebab dikhawatirkan kualitas udara di Jakarta jika dibiarkan berlanjut dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Terkait hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra pun menanggapinya dengan prihatin.
Baca Juga: [FULL] Polusi Udara Jabodetabek Kian Buruk | Laporan Khusus
"Kesehatan ini merupakan bagian penting dalam HAM. Hak atas kesehatan tersebut diakui di dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR). Sebagai negara, pihak pemerintah dituntut untuk melakukan pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat, sebagaimana diatur di dalam pasal 12 ICESCR, dengan salah satu unsurnya adalah peningkatan kebersihan lingkungan dan industri," ujar Dhahana, melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Kompas.tv, Minggu (20/8/2023).
Namun demikian, kata Dhahana, yang perlu digarisbawahi di sini, dalam pemenuhan hak atas kesehatan ini, berlaku konsep progressive realization, yaitu pencapaian pemenuhan terhadap hak tersebut membutuhkan waktu dan sumber daya.
Ia pun menyadari persoalan polusi udara di Jakarta memiliki kompleksitas yang tinggi.
"Karena itu, tidak mengherankan bahwa dalam arahan Bapak Presiden penanganannya dibuat berjangka yaitu mulai jangka pendek, menengah, dan jangka panjang," katanya.
Dhahana berharap, semua pemangku kepentingan dapat mencermati dengan baik arahan Presiden terkait penanganan polusi di Jakarta, sebagaimana yang dibahas didalam ratas (rapat terbatas) senin lalu.
Baca Juga: Polusi Udara Jabodetabek Berdampak Jangka Panjang | Laporan Khusus
"Solusi yang disampaikan Bapak Presiden menunjukan bahwa penanganan polusi udara di Jakarta ini memerlukan komitmen bersama bukan hanya dari pemerintah namun juga para pelaku usaha dan publik," ungkapnya.
Ia mencontohkan, komitmen bersama menjadi keharusan dalam penanganan polusi udara, misalnya himbauan terkait WFH (Work from Home).
"Dalam jangka pendek, sistem WFH atau kerja hybrid jika dimungkinkan memang perlu dilakukan di kantor-kantor, baik pemerintah maupun swast. Hal ini juga dalam rangka mengurangi emisi karbon sekaligus melindungi hak atas kesehatan para karyawan maupun pegawai," tuturnya.
Dhahana juga mengungkapkan, pihaknya tengah menyiapkan sejumlah upaya agar aktivitas kantor lebih ramah terhadap lingkungan.
"Dalam rapat internal kami sempat mewacanakan skema penggunaan panel surya untuk menyokong kebutuhan listrik di kantor, juga peralihan atau peremajaan kendaraan dinas ke arah full electric maupun hybrid," katanya.
Ia pun meyakini langkah-langkah inovasi maupun inisiatif "hijau" guna menekan emisi karbon,
diperlukan untuk menjawab tantangan polusi Jakarta.
"Harapannya tentu dengan demikian kita bersama dapat melindungi kesehatan masyarakat hari ini dan generasi mendatang dari polusi udara sebagaimana yang didorong di dalam ICESCR," imbuhnya.
Kualitas udara Jakarta terburuk
Sebelumnya, Kompas.tv memberitakan, kualitas udara di langit Jakarta jadi yang terburuk di dunia menurut situs IQAir.
Artinya, paling berpolusi dan tidak sehat. Pada pagi hari ini saja, Jakarta indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 155, menjadi yang paling buruk dibandingkan kota-kota besar lain di seluruh dunia.
Baca Juga: Minggu Pagi, Kualitas Udara Jakarta jadi yang Terburuk Sedunia, Paling berpolusi
Per pukul 07.41 WIB justru lebih buruk dengan kualitas indeks udara 161, yang menunjukkan bahwa udara Jakarta paling tercemar.
Sementara di urutan kedua ada Doha, Qatar dengan indeks udara 154 dan urutan ketiga, Beijing China dengan indeks kualitas udara 151.
Terkait hal tersebut, situs IQAir merekomendasikan masyarakat untuk mengenakan masker, menghidupkan penyaring udara, menutup jendela, dan hindari aktivitas luar ruangan.
Penulis : Deni Muliya Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV