Google Doodle Hari Ini Peringati Ulang Tahun Prof. Dr. Sulianti Saroso, Penggagas KB
Tren | 10 Mei 2023, 07:39 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Prof. Dr. Sulianti Saroso ditampilkan dalam Google Doodle hari ini, Rabu (10/5/2023) sebagai salah satu tokoh penting yang berjasa dalam dunia kesehatan di Indonesia.
Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso diketahui merupakan salah satu dokter perempuan pertama di Indonesia.
Google Doodle hari ini rupanya memperingati ulang tahun Dr. Sulianti Saroso yang ke-106.
"Selamat ulang tahun ke-106, Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso! Komitmen Anda yang tak tergoyahkan terhadap pemerataan layanan kesehatan mengubah arah kedokteran di Indonesia," tulis ucapan dari Google Doodle.
Saroso mendedikasikan hidupnya untuk membantu masyarakat rentan mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.
Bahkan berkat keahlian dan jasanya, namanya disematkan pada Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI), yang dibangun secara representatif di kawasan Sunter, Jakarta Utar yakni Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso.
Profil Dr. Sulianti Saroso
Melansir laman resmi Provinsi DKI Jakarta, Julie Sulianti Saroso lahir di Karangasem, Bali pada 10 Mei 1917.
Baca Juga: Siapa Lasminingrat yang Dirayakan Google Doodle Hari Ini?
Ayah Sulianti adalah seorang dokter yang sekaligus menginspirasi minatnya pada kedokteran di usia muda, yakni dr. Sulaiman.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Gymnasium, Bandung (1935), Sul kemudian melanjutkan pelajaran di Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge Scholl), Batavia.
Dia lulus dengan gelar kedokteran dari Sekolah Geneeskundige Hoge pada tahun 1942.
Setelah lulus, ia bekerja sebagai dokter pada Centrale Burgelijke Ziekenhuis yang sekarang menjadi RS Cipto Mangunkusumo.
Perempuan yang akrab disapa Sul itu kemudian melanjutkan pendidikannya di Eropa dan Amerika Serikat, di mana dia memperoleh beberapa gelar lanjutan dalam kesehatan masyarakat.
Masa Perjuangan
Meski perempuan, Sulianti tak pernah takut berada di tengah-tengah kerasnya peperangan untuk membantu para pejuang yang terluka.
Dirinya cukup cekatan untuk mengobati bahkan mengorgansasi dapur umum demi kebutuhan gerilyawan yang masuk kota.
Di samping aktif dalam pergerakan, Sulianti juga menjadi dokter di RS Bethesda di Yogyakarta untuk bangsal penyakit dalam dan penyakit anak.
Karena cukup aktif dalam politik dan pergerakan, Sulianti sempat ditahan oleh pemerintah Belanda selama dua bulan di Yogyakarta.
Sulianti juga aktif menjadi anggota Dewan Pimpinan Konggres Wanita Indonesia (Kowani) dan duduk dalam Badan Konggres Pemuda Republik Indonesia sebagai wakil Pemuda Puteri Indonesia (PPI).
Sepak terjang Sulianti sebagai dokter pada masa perjuangan patut diacungi jempol, dirinya selalu mengusahakan obat dan makanan untuk para pemua dan pejuang.
Bahkan obat dan makanan diantarkan dirinya sendiri langsung ke kantong-kantong gerilya di Tambun, Gresik, Demak dan sekitar Yogyakarta.
Pada 1947, dirinya pergi ke India menghadiri Konggres Wanita Seluruh India sebaga wakil Kowani bersama Ny. Utami Suryadarma.
Baca Juga: Pakai Google Maps Demi Hindari Macet, Mobil Pemudik Malah Terjun ke Jurang Sedalam 15 Meter
Tak segan dirinya menumpang pesawat terbang milik industrialis Patnaik yang saat itu menjadi blockade runner, untuk menembus blokade yang dipasang Belanda.
Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Sulianti memfokuskan diri pada dunia kedokteran. Dirinya bekerja di Kementerian Kesehatan berturut-turut dari 1951-1961. Ia menjabat sebagai:
• Kepala Bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak
• Kepala Bagian Hubungan Luar Negeri
• Wakil Kepala Bagian Pendidikan Kepala
• Bagian Kesehatan Masyarakat Desa dan Pendidikan Kesehatan Rakyat
• Kepala Planning Board
Pada 1967, Sulianti diangkat menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) merangkap Ketua Lembaga Riset Kesehatan Nasional.
Tahun 1975, Sulianti berhenti sebagai Dirjen P4M dan menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Setelah pensiun pada 31 Desember 1978 menjadi staf ahli Menteri Kesehatan.
Penggagas Keluarga Berencana (KB)
Prof Dr Saroso juga menerima beasiswa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempelajari sistem kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.
Dirinya mendapat izin Administrasi Kesehatan Rakyat dari Universitas London. Sekembalinya dari luar negeri, Sul membawa banyak gagasan mengenai kesehatan ibu dan anak.
Terutama untuk pengendalian angka kelahiran melalui pendidikan seks dan gerakan Keluarga Berencana (KB).
Dalam buku People, Population, and Policy in Indonesia (2004) karya H Hull, Sulianti meminta pemerintah untuk membuat keputusan yang mendukung penggunaan kontrasepsi demi kesehatan masyarakat.
Namun hal tersebut membuat geram beberapa tokoh, termasuk Muhammad Hatta yang saat itu sebagai Wakil Presiden.
Meski gagasan ekonominya maju, diskusi mengenai hal tersebut dianggap kurang tepat dan kurang wajar jika digunakan dalam komunikasi massa.
Bung Hatta meminta Sul tidak lagi mendiskusikan hal tersebut. Bahkan dirinya juga mendapat peringatan dari Menteri Kesehatan yang mendapat teguran dar Presiden Sukarno.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Sukarno tidak serta merta menolak, hanya saja dirinya cukup berhati-hati di tengah ketegangan politik mengenai pelanggaran moral atas KB.
Mulai saat itu, Sulianti bekerja dengan perlahan dan hati-hati, sehingga banyak Yayasan Kesejahteraan Keluarga berdiri untuk membuka akses pengaturan kehamilan serta kesehatan ibu dan anak.
Anggota WHO
Program Keluarga Berencana yang dipelopori Sulianti akhirnya mendapat tempat pada masa Orde Baru. Dedikasinya dalam kesehatan sampai di telinga WHO.
Baca Juga: Update Medali SEA Games 2023: Kamboja Turun Peringkat, Indonesia Tergelincir di Posisi Kelima
Sulianti diangkat menjadi anggota badan eksekutif dan Ketua Health Assembly (Majelis Kesehtan) yang berhak menetapkan dirjen WHO.
Selama 25 tahun pertama WHO, hanya ada dua perempuan terpilih sebagai Presiden Majelis Kesehatan Dunia, yaitu Rajkumari AMrit Kaur dari India dan Julie Sulianti Saroso dari Indonesia.
Setelah karir yang panjang dan sukses di bidang kesehatan masyarakat, Prof. Dr. Saroso mulai mengajar di Universitas Airlangga pada tahun 1969 dan membantu melatih generasi dokter dan petugas kesehatan berikutnya.
Prof. Dr. Sulianti Saroso tutup usia pada 29 April 1991 dan dimakamkan di Karet, Jakarta.
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV, Kompas.com