Tempe, Kuliner yang Eksis Sejak Abad Ke-16, Kini Terancam Langka Usai Harga Kedelai Naik
Cerita rasa | 21 Februari 2022, 11:54 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Para produsen tempe dan tahu mogok produksi selama tiga hari, sejak hari ini, Senin (21/2/2022). Selain itu, mereka juga berencana akan mulai menaikkan harga dua makanan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syaifuddin.
Naiknya harga tempe dan tahu itu terpaksa dilakukan karena harga kedelai saat ini sudah tembus Rp11.000 per kilogram di pulau Jawa.
"Naiknya (harga tempe tahu) enggak seberapa, hanya Rp 1.000, ini juga kami terpaksa. Sangat-sangat terpaksa menaikan harga karena harga dari bahan baku saja sudah naik. Dari penghasilan kami itu untuk bertahan hidup," ujar Aip, melansir Kompas.com.
Alif, seorang perajin tempe dan tahu di Depok mengatakan kenaikan harga kedelai sudah dirasakan selama 3 bulan terakhir.
Namun, kenaikan harga tertinggi mulai dirasakan pada akhir Januari 2022. Oleh karena itu, ia juga terpaksa menaikkan harga dagangannya.
Baca Juga: Produsen dan Pedagang Tahu Tempe Mogok, yang Jualan Disuruh Pulang
Selain itu, untuk bertahan dimasa pandemi, Alif juga harus memulangkan beberapa karyawannya.
Tempe dan Tahu Terancam Langka
Kenaikan harga kedelai membuat para perajin tempe dan tahu memutuskan mogok produksi selama tiga hari yang dimulai 21-23 Februari 2022.
Aip mengatakan, awalnya perajin di Jabodetabek dan Jawa Barat saja yang akan melakukan aksi mogok ini.
Namun, perajin di Banten, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur secara suka rela menyatakan ikut aksi mogok.
Mereka menuntut pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran.
Tempe Warisan Budaya Lokal
Keberadaan tempe dan tahu bisa disebut makanan paling merakyat. Hidangan ini bisa menjangkau semua lapisan masyarakat.
Selain itu, tempe dan tahu juga memiliki kandungan gizi yang tak kalah dengan daging-dagingan.
Melansir uns.ac.id, Dosen Prodi ITP FP UNS, Ardhea Mustika Sari MSc mengatakan tempe sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta, Surakarta dan sekitarnya sejak berabad-abad lamanya.
Baca Juga: Harga Kedelai Naik Karena China Borong Buat Pakan Babi
Berdasarkan catatan Badan Standardisasi Nasional Indonesia, sejarah tempe di Indonesia pun cukup istimewa.
Tak seperti olahan kedelai lainnya, misalnya tahu, tauco dan kecap yang dibawa oleh saudagar-saudagar China, tempe di Indonesia adalah murni warisan budaya lokal.
Tempe berbentuk padatan kompak berwarna putih yang diperoleh dari kedelai kupas yang direbus dan difermentasi menggunakan Rhizopus spp.
Meski tak tahu oleh siapa dan kapan tempe diciptakan, namun jejak-jejak kuliner ini tercatat dalam salah satu manuskrip jawa kuno, Serat Centhini (1815).
Serat Centhini adalah manuskrip jawa kuno yang menceritakan kehidupan masyarakat Jawa pada tahun 1600-an.
Dalam manuskrip itu tertulis dua hidangan yang menggunakan tempe yaitu “jae santen tempe” (masakan tempe dengan santan) dan “kadhele tempe srundengan”.
Baca Juga: Produsen Tempe Tahu Mogok Produksi Mulai Hari Ini, Apa Tuntutannya?
Inilah salah satu bukti bahwa tempe sudah dikenal masyarakat Jawa sejak pada abad ke-16.
Keberadaan tempe ini dilestarikan perajin tempe tradisional yang mendapatkan pengetahuan cara membuatnya secara turun-temurun.
Di pesisir pantai selatan Jawa, daerah Gunungkidul, Pacitan dan Wonogiri masih terdapat pengrajin tempe tradisional.
Proses tradisional ditandai dengan penggunaan ‘ragi’ atau ‘usar', daun sisa pembungkus tempe yang digunakan kembali menjadi ragi untuk pembuatan tempe berikutnya.
Tidak hanya di Indonesia, saat ini tempe telah dikenal di belahan dunia dan diproduksi di Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Belgia, Austria, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan, India, Inggris hingga Australia dan Selandia Baru.
Tempe, makanan rakyat yang murah meriah itu, kini terancam langka di pasaran karena produsen mogok produksi.
Penulis : Dian Nita Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas.com, uns.ac.id