Pembukaan Mal, Antara Ekonomi dan Pandemi
Opini | 16 Juni 2020, 16:41 WIBOleh: Mustakim, Jurnalis KompasTV
Senin (15/6/2020) puluhan pusat perbelanjaan dan mal di DKI Jakarta dan Kota Bandung, Jawa Barat dibuka. Kebijakan ini dikritik karena dilakukan di tengah angka kasus Covid-19 yang masih tinggi.
Presiden Joko Widodo jauh-jauh hari sudah meminta agar publik ‘berdamai’ dengan pandemi. Ia juga meminta sejumlah daerah untuk mulai menerapkan tatanan normal baru (new normal). Ini dilakukan guna menyelamatkan ekonomi yang terpuruk akibat wabah virus corona.
Di atas kertas, tak semua daerah menerapkan ‘new normal’ yang diminta Jokowi. Ada beberapa daerah yang memilih memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Berbeda dengan sebelumnya, PSBB ‘baru’ ini dilakukan dengan sejumlah pelonggaran, khususnya terkait sektor ekonomi.
Baca Juga: Semakin Padat, Jakarta Bersiap Macet Lagi Jelang New Normal
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kebijakannya dengan PSBB transisi. Sementara Pemkot Bandung memilih menggunakan istilah PSBB proporsional. Demikian juga sejumlah kota lain. Meski memilih diksi berbeda, secara umum esensinya sama, yakni membuka ruang agar masyarakat bisa kembali melakukan aktifitas ekonomi. Salah satunya mengizinkan mal dan pusat perbelanjaan beroperasi kembali.
Di DKI Jakarta ada sekitar 80 mal dan pusat perbelanjaan yang kembali dibuka. Sementara di Bandung, ada sekitar 22 mal dan pusat perbelanjaan yang mulai beroperasi kembali. Sementara Pemerintah Kota Bekasi sudah lebih dulu mengizinkan mal dan pusat perbelanjaan beroperasi. Mal dan pusat perbelanjaan di kota penyangga Ibu Kota ini sudah mulai dibuka secara bertahap sejak pekan lalu. Tak hanya DKI Jakarta, Bandung dan Bekasi, sejumlah kota lain juga melakukan kebijakan serupa, yakni mengizinkan mal dan pusat perbelanjaan kembali beroperasi.
Meski demikian, pembukaan mal dan pusat perbelanjaan tersebut akan diiringi penerapan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya membatasi daya tampung, pemeriksaan suhu tubuh, menerapkan ‘physical distancing’ dan mewajibkan pengunjung mengenakan masker. Seluruh kasir di tenant-tenant juga diwajibkan menggunakan pelindung wajah (face shield).
Baca Juga: Ikuti Aturan, 23 Mal di Kota Bandung Batasi Jumlah Pengunjung
Menyelamatkan Ekonomi?
Pembukaan mal dan pusat perbelanjaan ini merupakan upaya menyelamatkan ekonomi yang tersuruk dihantam pandemi. Ini merupakan salah satu upaya pemerintah membangkitkan kembali roda ekonomi yang nyaris berhenti. Pasalnya, selama PSBB pemerintah melarang pusat perbelanjaan non-pangan beroperasi. Ini dilakukan guna memutus mata rantai penyebaran virus corona yang terus menggila. Sejumlah ekonom dan pelaku usaha khawatir jika ekonomi tak segera ditangani, Indonesia akan terjerembab dalam resesi.
Para pelaku usaha menyambut baik kebijakan pembukaan mal ini. Mereka berharap, kebijakan tersebut bisa memulihkan pekonomian yang sekarat. Pembukaan mal dan pusat perbelanjaan dianggap sebagai angin segar bagi pelaku usaha dan para pekerja. Pasalnya, roda ekonomi akan berputar kembali. Para pekerja yang sebelumnya dirumahkan karena dampak pandemi juga bisa mulai bekerja kembali. Karena, perdagangan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan perekonomian di DKI Jakarta dan juga kota-kota lainnya.
Baca Juga: 80 Mal di Jakarta Buka Saat PSBB Transisi
Pemulihan ekonomi memang perlu dilakukan. Karena sudah beberapa bulan ekonomi nyaris terhenti dihantam pandemi. Tak hanya Indonesia, negara lain juga melakukan hal yang sama. Sejumlah negara yang telah melewati puncak pandemi mulai berusaha menggerakkan roda ekonomi. Meski angka kasus akibat pandemi masih tinggi, Indonesia juga melakukan langkah serupa.
Namun, tak ada garansi pembukaan mal dan pusat perbelanjaan ini akan langsung membuat ekonomi kembali berseri. Pembukaan mal dan pusat perbelanjaan yang disertai protokol kesehatan dikhawatirkan akan membuat masyarakat enggan untuk datang. Apalagi, selama pandemi masyarakat sudah terbiasa belanja melalui online yang tak perlu keluar rumah dan ribet dengan sekian aturan dan antrian.
Selain itu, pemerintah seharusnya lebih dulu membuka sektor-sektor produksi seperti pabrik dan perkantoran sebelum mal dan pusat perbelanjaan. Ini dilakukan agar masyarakat ada penghasilan setelah beberapa bulan banyak yang dirumahkan. Penghasilan itu akan membuat mereka memiliki daya beli. Setelah itu baru mal dan pusat perbelanjaan dibuka. Pasalnya, jika mal dan pusat perbelanjaan beroperasi sementara masyarakat tak memiliki daya beli maka hanya akan ‘buang-buang energi’. Karena, alih-alih membangkitkan ekonomi justru bisa membuat pengelola dan ‘tenant’ merugi.
Ledakan Pandemi
Jika para pelaku usaha menyambut gembira pembukaan mal dan pusat perbelanjaan, namun tak demikian bagi sejumlah ahli dan pakar epidemiologi. Pasalnya, angka kasus Covid-19 masih cukup tinggi. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto juga mengakui, bahwa hingga saat masih terjadi penularan virus corona. Kondisi ini menyebabkan penambahan kasus Covid-19 masih terus terjadi.
Berdasarkan data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pada Senin (15/6/2020) sampai pukul 12.00 WIB, ada 1.017 kasus baru hanya dalam 24 jam. Penambahan itu menyebabkan saat ini ada 39.294 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Menurut Yuri, 1.017 kasus baru ini tersebar di 23 provinsi di seluruh Indonesia. Penambahan tertinggi ada di Jawa Timur dengan 270 kasus baru Covid-19. Kemudian diikuti DKI Jakarta dengan 142 kasus baru, Jawa Tengah dengan 116 kasus baru, Sulawesi Selatan dengan 101 kasus baru, dan Kalimantan Selatan dengan 66 kasus baru.
Baca Juga: Mau ke Mal ? Ini Jam Operasional Baru 30 Mal di Jakarta Masa PSBB Transisi
Kondisi ini sangat mencemaskan. Pembukaan mal dinilai tidak aman dan bisa memicu ledakan kasus baru dan gelombang kedua penyebaran virus corona. Selain angka kasus yang masih cukup tinggi, mal dan pusat perbelanjaan rentan jadi lokasi penularan. Pasalnya, virus ini kabarnya lebih mudah menular di udara dingin. Gedung dengan pendingin ruangan atau air conditioner (AC) berpotensi menyebarkan virus dari droplet yang terbawa angin dari AC.
Pembukaan kembali sektor perekonomian dan area publik juga berpotensi membuat penularan virus corona kembali melonjak dan memunculkan klaster-klaster baru. Pasalnya, mal dan pusat perbelanjaan merupakan lokasi yang potensial terjadi kerumunan karena ramai dikunjungi masyarakat. Selain itu, klaster penyebaran virus corona juga akan menjadi samar karena penularan lewat transmisi lokal atau infeksi yang bersumber di dalam suatu wilayah terjadi sangat masif.
Membangkitkan kembali ekonomi memang menjadi keharusan agar kehidupan bisa terus berjalan. Namun, menyelamatkan masyarakat dari paparan virus corona juga sebuah keniscayaan. Tak ada yang menentang upaya perbaikan ekonomi. Namun, idealnya hal itu dilakukan setelah pandemi tak lagi terjadi dan menyebabkan banyak orang mati.
Penulis : Zaki-Amrullah
Sumber : Kompas TV