Restart Premier League dan Berakhirnya Kutukan Liverpool
Opini | 16 Juni 2020, 12:51 WIBOleh : Ekmal Muhammad*
Pandemi Covid-19, membuat gempita di stadion di seluruh dunia berubah senyap. Gara-gara korona, sejak pertengahan Maret 2020, seluruh liga sepak bola dihentikan. Tak cuma bola, cabang olah raga lain juga bernasib sama.
Memasuki bulan Juni, perlahan kebekuan akibat pandemi mulai mencair. Ditandai dengan kembali bergulirnya dua kompetisi liga elit sepak bola di Eropa yakni Liga Jerman atau Bundesliga dan terakhir pekan ini La Liga Spanyol.
Bagi penggila sepak bola,nyaris tiga bulan tidak menyaksikan siaran langsung di layar televisi pastinya menyiksa.
Bundesliga dan La Liga memang sudah bergulir, tapi masih ada yang dirasa kurang. Sebab, obat demam bola itu, baru datang pekan depan.
Obat itu adalah Premier League, Liga Inggris. Liga terbaik di dunia dan selalu jadi pusat perhatian. Liga Inggris musim 2019-2020 dipastikan kembali kickoff pada 17 Juni 2020.
Sama seperti Bundesliga dan La Liga, Premier League juga akan menuntaskan semua laga hingga akhir musim tanpa kehadiran penonton di stasion.
Meski tanpa penonton hingga musim berakhir, pesona Premier League tetap dinanti.
Memang, Bundesliga punya penonton terbanyak dan heboh.
La Liga punya dua klub terkaya Barcelona dan Real Madrid yang kekuatannya dengan klub lain di Spanyol bak langit dan bumi.
Tapi tetaplah Liga Inggris yang jadi pelengkap jiwa para penggila bola sedunia.
Liga Terbaik? Lepas dari pro dan kontra, harus diakui Premier League memang yang terbaik. Selalu seru, dan selalu ditunggu sebagai hiburan berkelas tiap pekan.
Kekuatan Merata, Persaingan Ketat
Posisi sebuah klub di papan klasemen Liga Inggris, tak selalu menggambarkan kekuatan saat di lapangan hijau. Selalu ada surprise, kejutan! Yang derajat panasnya sama dengan FA Cup, kompetisi sepak bola tertua di dunia.
Kekalahan Liverpool dari Watford pada 1 Maret lalu adalah satu buktinya.
Di pekan ke-28, The Reds bertandang ke markas Watford, Stadion Vicarage Road sebagai pemimpin klasemen. Jangan lupa, sebagai tim yang belum pernah terkalahkan musim ini.
Sementara tuan rumah, Watford adalah tim yang berkubang lumpur zona degradasi alias berada di dasar klasemen.
Sekali lagi peringkat di klasemen di Premier League, bukanlah harga mati. Yang otomatis langsung bisa menentukan hasil akhir di lapangan hijau.
Sempat berbagi angka nol-nol di babak pertama, Watford mengamuk usai turun minum. Dwigol Ismaila Saar dan sebiji gol Troy Deenay, membuat skuad Juergen Klopp pulang dengan remuk redam dibantai 3-0.
Di Premier League sangat sering kita diberi hasil akhir di luar dugaan seperti laga Watford kontra Liverpool ini.
Tim papan bawah menenggelamkan pemuncak klasemen. Tim papan tengah menodai suka ria klub big six yang sedang euforia . Lagi semangat tinggi menjaga peluang juara.
Kejutan-kejutan yang langka di liga elit lain. Drama yang mendebarkan sekaligus bikin penasaran.
Antonio Conte, mantan pelatih Chelsea yang kini mengarsiteki Inter Milan di tahun 2017 pernah menyebut Liga Inggris benar-benar liga yang ketat. Kekuatan tim merata. Sekaligus bak buah simalakama.
Waktu itu, Conte menyebut kerasnya Premier League turut andil membuat klub-klub asal Inggris kerap kehabisan energi ketika bertanding di kompetisi Eropa.
Penulis : Alexander-Wibisono
Sumber : Kompas TV