Peran Pembelajaran IPA di Sekolah dalam Menekan Jumlah Perokok Aktif Usia Remaja
Opini | 8 November 2024, 17:29 WIBPada fase C (kelas V – VI SD), peserta didik diharapkan sudah bisa memahami sistem organ tubuh manusia yang dikaitkan dengan cara menjaga kesehatan tubuhnya. Sedangkan pada fase D (kelas VII – IX SMP), peserta didik sudah harus mencapai pemahaman tentang kelainan atau gangguan yang muncul pada sistem organ.
Terakhir pada fase E (kelas X – XII SMA), peserta didik sudah dapat memahami keterkaitan struktur organ pada sistem organ dengan fungsinya dalam merespons stimulus internal dan eksternal. Dengan muatan kurikulum tersebut, guru pengajar IPA di sekolah diharapkan tidak hanya fokus pada pembahasan mengenai sistem organ tubuh, tetapi juga memaksimalkan edukasi tentang cara menjaga kesehatan tubuh yang salah satunya adalah dengan tidak merokok.
Salah satu ciri khas pembelajaran di kurikulum merdeka adalah pembelajaran sesuai dengan tahap capaian belajar peserta didik atau teaching at the right level (TaRL) yang salah satu pendekatannya menggunakan pembelajaran terdiferensiasi.
Menurut Tomlinson (1999:14), di dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespons kebutuhan belajar murid.
Peran Pembelajaran IPA dalam Edukasi Bahaya Merokok
Melalui pembelajaran berdiferensiasi, guru IPA dapat merancang pembelajaran tentang sistem organ dan menjaga kesehatan tubuh sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik. Sebelum pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, perlu dilakukan asesmen awal untuk menilai kesiapan setiap individu peserta didik untuk mempelajari materi.
Berdasarkan hasil asesmen awal, guru dapat melihat perbedaan peserta didik dalam hal pengetahuan awal tentang sistem organ dan cara menjaga kesehatannya serta perbedaan kondisi lingkungan peserta didik terhadap paparan perokok aktif. Selanjutnya, strategi pembelajaran bisa dilakukan dengan diferensiasi proses, diferensiasi konten, dan diferensiasi produk.
Diferensiasi proses bisa dilakukan dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan tingkat bantuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk memahami materi. Guru lebih memberi perhatian dan bantuan kepada kelompok peserta didik yang masih kurang pemahamannya mengenai sistem organ dan cara menjaga kesehatan tubuh serta memiliki lingkungan sekitar yang sangat dekat dengan perokok aktif.
Dengan cara ini, guru dapat menjembatani kesenjangan pemahaman antara peserta didik yang memiliki pemahaman yang lebih baik dengan peserta didik yang masih kurang. Selain itu, dengan perhatian lebih kepada peserta didik yang dekat dengan lingkungan perokok aktif, guru dapat mendeteksi lebih awal terhadap potensi peserta didik melakukan perilaku merokok.
Strategi diferensiasi konten dilakukan dengan membuat variasi dalam konten materi sehingga bisa memenuhi semua gaya belajar yang dimiliki peserta didik.
Guru bisa memberikan materi tentang sistem organ serta bahaya merokok dalam bentuk bacaan, infografis, audio video, maupun dengan lagu. Variasi konten pembelajaran ini dapat memberi pengalaman belajar yang berkualitas, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif.
Terakhir, strategi diferensiasi produk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan pemahamannya melalui produk yang dihasilkan. Dalam pembelajaran tentang sistem organ dan cara menjaga kesehatan, peserta didik bisa diberikan penugasan untuk membuat pesan atau imbauan kepada para perokok tentang bahaya merokok.
Peserta didik diberi kebebasan bentuk produk yang dihasilkan, misalnya berbentuk infografis, alat simulator bahaya merokok, film pendek, siniar (podcast), atau lagu. Dengan membuat pesan dan imbauan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap bahaya merokok.
Kendala yang mungkin dihadapi pada pelaksanaan pembelajaran tentang bahaya merokok ini adalah sedikitnya waktu untuk pembahasannya. Bab tentang sistem organ, khususnya sistem pernapasan hanya memiliki waktu pembahasan kurang lebih 10 jam pelajaran pada fase C (kelas V - VI), fase D (kelas VII - IX), maupun fase E (kelas X - XII).
Namun, kendala ini bisa diatasi dengan menyediakan wadah untuk menampilkan produk hasil karya peserya didik yang berisi pesan dan imbauan bahaya rokok untuk dipamerkan di sekolah sepanjang waktu.
Infografis dan poster bisa dibingkai dan diletakkan di sudut-sudut sekolah. Film pendek, video siniar (podcast), dan lagu bisa ditampilan di TV sekolah atau media sosial resmi sekolah.
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV