> >

Argos dan Odysseus

Opini | 5 Agustus 2024, 11:11 WIB
Hall of animal di Museum Vatikan (Sumber: Trias Kuncahyono)

Episode ini terkenal karena menggambarkan kesetiaan anjing, cinta tuan, dan saling cinta antar-mereka. Kata Aristoteles, ada kehormatan menjadi seekor anjing. Karena setia. Kesetiaan adalah kehormatan. Yang setia, yang memiliki kehormatan.

***

Kata Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM), filsuf, penyair, sejarawan, dan negarawan Romawi, “Anjing menunggu kita dengan setia.” Seperti ditunjukkan Argos yang 20 tahun menunggu kepulangan Odysseus.

Anjing itu binatang paling setia dan bersahabat dibandingkan binatang lain. Anjing tidak mengkhianati tuannya. Apa pun kesalahan tuannya, dia tak peduli; tetap setia. Sebab, kesetiaan juga merupakan sifat alami anjing.

Sementara manusia “mewarisi” sifat ketidak-setiaan. Kalau membaca kisah manusia pertama di Taman Firdaus, di sanalah awal-mula ketidak-setiaan itu muncul karena kesombongan manusia. Meskipun, hal itu tidak bisa dijadikan dasar pembenaran kalau berlaku tidak setia. Sebab, pada awal mula manusia (dan alam raya) diciptakan baik adanya.

Tetapi, yang biasa terjadi, ketika komitmen kesetiaan seseorang atau siapa pun menjadi lemah, maka mulailah pelan-pelan meninggalkan jalan yang sebelumnya telah ditapaki dengan penuh ketekunan; meninggal fitrahnya, bahwa pada awal mula, manusia itu baik adanya. Ketidak-setiaan bisa terjadi karena banyak hal, banyak musabab yang biasanya dicarikan dasar pembenaran.

Karena kesetiaan itu pulalah, maka sejak zaman Romawi kuno (juga Yunani, Mesir, dan bangsa-bangsa lain) anjing pun menjadi binatang peliharaan. Di Mesir, Dewa Kematian, Anubis, berkepala “jackal”. Yakni, sejenis anjing liar asli Afrika dan terkenal sebagai pemakan bangkai hewan.

Anjing pun menjadi aspek umum dalam cerita rakyat dan mitologi budaya selama ribuan tahun. Hewan ini ada di mana-mana dalam budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Romawi dan penduduk Kekaisaran Romawi juga bangsa-bangsa lain.

Selain setia, anjing juga dikenal sebagai binatang yang patuh, memiliki intuisi yang hebat, spontanitas dalam mengekspresikan emosi melalui gerakan ekor, cara menggonggong yang berbeda, dan postur tubuh yang berbeda.

Menurut yang empunya cerita, berdirinya kota Roma juga ada kaitannya dengan “keluarga” anjing, yakni serigala. Para ahli berkesimpulan bahwa anjing memisahkan diri dari keluarga serigala kakek moyangnya terjadi 135.000 tahun silam–sebelum anjing dan serigala hidup bersama manusia.

Maka, hati-hati pada anjing: ia binatang patuh dan setia pada tuannya. Patuh dan setia bukan semata-mata karena dirawat, dikasih makan dan minum tetapi karena memang dari “sono”-nya sudah demikian, sebagai binatang yang menyukai kebersamaan (sebagaimana serigala yang hidup dalam kelompok, dalam kebersamaan).

***

Soal kesetiaan anjing, kemarin saya saksikan saat olah raga jalan pagi. Saya lihat sejumlah perempuan jalan pagi sambil membawa anjingnya. Ada yang tidak dilepas dari talinya, sehingga anjing itu menurut saja dibawa ke mana-mana. Tapi yang dilepaskan dari tali pengikatnya pun, tetap berjalan, kadang di belakang, kadang di samping, kadang di samping kanan nyonyanya, dan sekali-kali berlari mendahuluinya lalu berhenti menunggu nyonyanya dengan setia. Dia tidak mau jauh-jauh meninggalkannya.

Itulah kesetiaan. Kesetiaan seekor binatang. Setia model binatang. Tetapi, kesetiaan binatang pun tetaplah sangat luhur karena merupakan ungkapan dari terima kasihnya, seperti kesetiaan Argos pada Odysseus; yang setia sampai mati, tidak mau berganti tuan, tidak mau berkhianat.

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU